Rabu, 12/03/2008
JAKARTA (SINDO) – Dua calon hakim konstitusi yang berasal dari anggota Dewan hari ini menjalani fit and proper test di Komisi III DPR.Keduanya adalah Akil Mochtar (Fraksi Partai Golkar) dan Mahfud MD (Fraksi Partai Golkar). Rencananya, Komisi III DPR melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap Akil Mochtar hari ini sekitar pukul 13.00 WIB. Terkait pemilihan hakim konstitusi,Akil berjanji akan mundur dari DPR dan partai politik (Golkar) jika terpilih sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK).Alasannya, setiap anggota MK tidak diperbolehkan merangkap jabatan apa pun. Menurut dia, pengabdian di DPR atau MK tidak berbeda karena hanya masalah pilihan.
’’Saya siap melepaskan jabatan di Golkar dan DPR. Itu bukan persoalan karena rezeki itu bisa di mana saja dan tidak harus di DPR,” ujarnya. Akil menyebutkan,dalam uji kelayakan dan kepatutan tersebut dia akan menyampaikan makalah berjudul ’’MK dalam Upaya Menegakkan Prinsip-Prinsip Negara Hukum’’. MK dalam pandangan dia memiliki tanggung jawab berat dalam menjaga konstitusi. Dia memaparkan, MK akan sukses jika didukung para hakim yang memiliki integritas tinggi. Lembaga hukum apa pun tidak mampu melaksanakan tugas jika tidak didukung sumber daya manusia memadai. Dia menuturkan, pengalaman yang dimiliki sebagai pengacara selama 17 tahun dan anggota DPR selama sembilan tahun diperkirakan cukup memberikan modal menjadi hakim konstitusi.
Akil juga mengaku, pergaulan dengan sesama anggota di Komisi III DPR juga ikut memberikan semangat bagi dia untuk menjadi hakim MK. ’’Uji kelayakan dan kepatutan selama satu setengah jam itu tidak akan banyak artinya dibandingkan pergaulan selama bertahun-tahun dengan anggota DPR,’’ tandasnya.Karena itu,Akil optimistis lulus dalam uji kelayakan nanti. Disinggung kewenangan MK membatalkan undangundang (UU),Akil mengatakan bahwa hal itu tidak perlu diperdebatkan lagi.Menurut dia, MK telah diberikan kewenangan luas untuk melaksanakan fungsi tersebut.
’’Jika ada UU yang dinilai tidak sesuai konstitusi,sudah seharusnya MK meluruskan,’’ ujarnya. Sementara itu, pengamat hukum Universitas Indonesia (UI) Rudi Satrio berpendapat, Komisi III DPR tidak boleh terjebak kepentingan politik dalam memilih hakim konstitusi. Pasalnya, MK mempunyai wewenang besar sehingga harus diisi hakim yang memiliki integritas dan kompetensi memadai. Rudi menegaskan, MK menjadi wadah harapan masyarakat untuk menjaga konstitusi. Dengan kondisi ini, lembaga ini tidak boleh menerima intervensi politik. (eko budiono)
Sindo Edisi Sore
Wednesday, March 12, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment