Tuesday, November 28, 2006

Pencalonan Gubernur bagi Adang preseden buruk

Kompas, Selasa, 28 November 2006

Kompas, Jakarta
Keikutsertaan Wakil Kepala Kepolisian Negara RI Komisaris Jenderal Adang Daradjatun dalam pencalonan sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012 menjadi preseden buruk bagi kinerja kepolisian. Komisi III DPR mendesak supaya ada keputusan secara institusional untuk menonaktifkan pejabat kepolisian yang terlibat dalam kegiatan politik.

"Hak dipilih menjadi kepala daerah memang merupakan hak setiap warga negara. Tetapi, seperti pencalonan Wakil Kepala Polri untuk menjadi Gubernur DKI akan menjadi preseden buruk. Bagaimana kalau nantinya kapolda-kapolda (kepala kepolisian daerah) yang masih aktif di berbagai daerah juga berniat mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah masing-masing," kata anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Akil Mochtar, saat rapat kerja dengan Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutanto beserta jajarannya, Senin (27/11).

Hingga petang kemarin rapat kerja yang dimulai sekitar pukul 09.00 tersebut masih berlangsung. Menurut Akil, tanggapan Kepala Polri Sutanto, yang menyatakan pencalonan pejabat Polri sebagai kepala daerah akan tetap terjaga independensi kepolisian, tidak disetujuinya. Akil mendesak agar ada keputusan secara institusional untuk menghindari konflik kepentingan.

"Institusi Polri juga harus bersikap tegas seperti institusi TNI untuk mengatur ketentuan penon-aktifan anggotanya yang terlibat dalam kegiatan politik. Peraturan ini untuk menghindari konflik kepentingan," kata Akil.

Tetap mencalonkanWakil Kepala Polri Adang Daradjatun pada saat jeda rapat kerja, siang kemarin, kepada Kompas menyatakan, saat ini dirinya tetap mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI melalui Partai Keadilan Sejahtera. "Untuk urusan pencalonan wakil gubernur sampai sekarang belum tahu. Itu menjadi masalah partai," kata Adang.

Dalam rapat kerja kemarin, Kepala Polri Sutanto mengemukakan berbagai persoalan, dimulai dari alokasi maupun realisasi anggaran di tubuh Polri. Bidang keamanan dan ketertiban masyarakat, seperti di Aceh, Poso, Ambon, Papua, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, juga dibicarakan. Pembalakan liar hutan juga menjadi pembahasan dalam rapat kerja tersebut.

Kapolri Gusar Diintervensi

Kompas

Selasa, 28 Nopember 2006

Jakarta, BPost
Perang yang dikobarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melawan illegal logging, bertepuk sebelah tangan. Peradilan kasus yang merugikan negara triliunan rupiah ini lemah dan sering diintervensi oknum pejabat hingga Menhut. Kapolri Jenderal Pol Sutanto pun gusar.

Bermacam bentuk intervensi masih merongrong jajaran Kepolisian terkait program pemberantasan illegal logging. Kapolri Jenderal Sutanto pun mengultimatum, akan memecat anak buahnya yang justru tunduk terhadap intervensi pihak luar.

Toh demikian, Kapolri menegaskan, Polri tidak akan goyah untuk memberantas kasus perampokan hutan, meski intervensi itu muncul di segala lapisan.

"Polri tidak main-main (berantas illegal logging). Soal adanya intervensi dari pihak luar, kalau terbukti ada bawahan saya yang tunduk terhadap intervensi itu, maka saya akan copot Kapolda yang tidak bisa berbuat apa-apa," tandas Sutanto di depan anggota Dewan saat melakukan Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi III DPR, Senin (27/11).

Kapolri menjawab hal itu setelah menerima keluhan dari sejumlah Kapolda, yang selama ini merasakan ada intervensi kuat dari pihak-pihak yang terkait kejahatan tersebut. Siapa mereka? Jenderal yang dilantik pada 8 Juli 2005 menggantikan Jenderal Da’i Bachtiar, itu menyebut mulai oknum pengacara, cukong-cukong kayu hingga menteri kehutanan.

Sutanto menandaskan, seluruh Kapolda diminta tidak takut dan terpengaruh atas intervensi tersebut. Di sisi lain Polri sangat berharap mendapat dukungan penuh dari pemerintah dan DPR dalam menuntaskan kasus penjarahan kekayaan negara secara besar-besaran tersebut.

Ia mengaku banyak terobosan dilakukan para penjahat hutan. Faktanya, kata lulusan terbaik Akabri Kepolisian tahun 1973 itu, kini jaringan mereka tengah bermanuver menggolkan undang-undang tentang pembalakan liar.

"Manuver mereka harus kita bendung. Mereka ingin mengebiri undang-undang yang sudah ada, sehingga bisa bebas dari proses hukum. Ini bukan keinginan polisi," tandasnya.

Kapolri juga sempat mengemukakan kekesalannya atas vonis ringan bagi para pelaku kejahatan hutan selama ini oleh pengadilan.

"Kalau divonis ringan, polisi capek. Para pelaku harusnya dihukum berat karena tingkat kejahatannya yang sudah merusak lingkungan hidup dan merugikan keuangan negara," beber mantan ajudan Presiden Soeharto (1995-1998) ini.

Kewenangan Rancu
Di samping kekesalannya soal kuatnya intervensi, diakui Sutanto, kendala utama dalam program pemberantasan illegal logging adalah lemahnya koordinasi antarinstansi dan luasnya wilayah yang harus diawasi.

"Ini upaya kita, tapi kita dapat kendala banyak. Kita secara intelijen tahu lah otaknya A, B, C. Tapi untuk melakukan penangkapan kan harus ada bukti-bukti," kilahnya.

Hambatan lainnya adalah kerancuan kewenangan antara pusat dengan daerah. Itu diperparah dengan persepsi yang tidak sama antara pejabat pusat dan daerah tentang teknis perizinan pengelolaan hutan dan tata niaga kayu, serta pengaturan izin hak pengusahaan hutan (HPH).

Bagi Sutanto, cara efektif untuk mencegah pembalakan liar adalah dengan memberikan hukuman yang keras terhadap pelakunya. Karena tanpa itu, hal serupa terus terjadi.

Sebagai aksi di lapangan, ia pun meminta agar proses pemberantasan illegal logging dilakukan semua pihak, termasuk aparat pengadilan. Karena itu setelah penangkapan, proses pengadilan dan penuntutan terhadap pelaku harus diperhatikan.

Dipaparkan, pada 2006 ini tercatat 1.007 kasus pembalakan liar. Namun pelaku yang ditindak baru 1.038 orang. Sedangkan barang buktinya berupa 84.027,76 meter kubik kayu, terdiri dari 1.274.762 batang dan 2.578 keping kayu olahan. Alat angkut yang disita terdiri kapal tongkang 195 unit, alat berat 63 unit, alat ringan 149 unit, dan truk 315 unit.

Sedangkan pada 2005 lalu, polisi menuntaskan 985 kasus yang melibatkan 1.229 tersangka di seluruh Indonesia. Lebih dari 85 ribu kayu gelondongan dan 27 ribu meter kubik kayu olahan disita. Ada pula penyitaan 117 unit kapal, 363 truk, 73 alat berat dan 37 set mesin pemotong kayu.

Menanggapi pernyataan pedas Kapolri, anggota Komisi III DPR-RI Akil Mochtar memberi dukungan moral agar polisi tidak segan-segan menindak para pelakunya. Dengan begitu, keseriusan Polri akan terlihat. "Menghadapi orang seperti itu harus tegas, karena mereka tidak punya rasa takut," tandas Akil.

Maklumlah, kegiatan penebangan hutan secara liar di Indonesia, diakui sebagai kejahatan berskala besar. Menurut organisasi penyelidikan lingkungan hidup yang bermarkas di London, EIA, Indonesia kehilangan lahan hutan dengan nilai lebih dari 3 miliar dolar AS atau Rp27 triliun per tahun.

Menurut catatan Menteri Lingkungan Hidup Rahmat Witoelar, akibat kerusakan hutan yang hampir mencapai 50 persen saat ini, sedikitnya 30 persen spesies flora dan fauna punah. Tercatat, dari total hutan seluas 127 hektar, seluas 59,3 hektare di antaranya rusak.

Akibat lebih jauh, dampak kerusakan hutan, kondisi alam pun kini jauh berubah dan bahkan mengalami penurunan fungsi. Contoh paling nyata, perubahan musim setiap tahun pun bisa menimbulkan bencana, yaitu banjir pada musim hujan dan kekeringan saat musim kemarau.

Tunggu Aksi
Lantas benarkah langkah selama ini tanpa hasil? Terlepas adanya berbagai kendala di atas, tongkat komando Sutanto yang menjulur ke hutan belantara memang memberikan dampak positif terhadap program pemberantasan illegal logging, termasuk di Kalimantan.

Tak hanya para buruh, pelaku pembalakan, pejabat di daerah, maupun cukong kayu, bahkan beberapa perwira polisi terpaksa dipangkas karena ‘bermain-main kayu’. Langkah itu banyak disebut sebagai bersih-bersih secara intern.

Namun yang jelas, hingga kini masih banyak kasus yang melibatkan cukong-cukong ternama, dan penanganannya masih kabur. Pekerjaan rumah itulah, tampaknya yang menjadi beban Kapolri ke depan.

Beberapa hari lalu, Mabes Polri mengaku baru menyidik sembilan tersangka, dari 50 orang yang diduga terlibat kasus illegal logging,-- sebagaimana yang dilaporkan oleh Menteri Kehutanan MS Kaban.

Sembilan nama yang dijadikan tersangka itu adalah AG (Kalsel), NTP (Kalbar), TH (Kalbar), AJ (Riau), RO (Kaltim), KC (Kaltim), KG (Papua), AJ (Kalteng) dan DS (Sumut).

"Nama-nama itu kini sudah diberkas di tingkat Polda-Polda di Sumatera dan Kalimantan. Sebenarnya, daftar nama yang ada di kita lebih banyak," kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Sisno Adiwinoto.dtc/rmc