Thursday, November 22, 2007

PEMERINTAH DAN DPR: PEMBATASAN KASASI AGAR PUTUSAN HAKIM LEBIH BERKUALITAS

Mahkamah KOnstitusi Online
Kamis, 22 Nopember 2007 17:41:40


Pembatasan kasasi tidak ada kaitan dengan persoalan konstitusionalitas mengenai kemerdekaan kekuasaan kehakiman dalam memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara sebagaimana diatur dalam Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945. Maksud pembatasan perkara yang dapat diajukan kasasi ke Mahklamah Agung (MA) sebagaimana diatur dalam Pasal 45A Ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA) adalah untuk mengurangi kecenderungan setiap perkara diajukan kasasi ke MA.

Demikian antara lain keterangan yang disampaikan oleh H.M. Akil Mochtar, S.H., M.H. dalam persidangan uji materiil UU MA di ruang sidang pleno Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (21/11). Akil Mochtar hadir dipersidangan dalam rangka mewakili DPR memberikan keterangan terkait uji materiil ketentuan pembatasan pengajuan kasasi ke MA yang dimohonkan oleh Hendriansyah, pengusaha sarang burung walet asal Kab. Kutai Timur, dengan kuasa hukumnya Tombur Ompu Sunggu, S.H., M.Hum., dkk. Turut hadir memberikan keterangan dalam persidangan tersebut Prof. Dr. Ramli Hutabarat, S.H., Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM yang mewakili Pemerintah.

Menurut Akil Mochtar yang juga Anggota Komisi III DPR ini, pembatasan perkara yang bisa dikasasi ke MA tersebut juga dimaksudkan untuk mendorong peningkatan kualitas putusan pengadilan di tingkat pertama dan tingkat banding sesuai dengan nilai-nilai hukum dan keadilan masyarakat. Lebih lanjut Akil menjelaskan, ketentuan tersebut tidak dimaksudkan untuk menghilangkan hak penegakan hukum dan rasa keadilan seseorang atau pemohon. Ketentuan tersebut justru dimaksudkan untuk menciptakan proses peradilan yang cepat dan berbiaya murah. “Agar para pihak dapat memperoleh kepastian hukum dalam penyelesaian sengketanya, karena telah memperoleh putusan yang berkekuatan tetap pada tingkat banding,” jelasnya.

Senada dengan Akil, Ramli Hutabarat dalam penjelasannya juga mengatakan bahwa pembatasan tersebut dimaksudkan untuk mengurangi penumpukan perkara di MA, sehingga tidak semua perkara dapat diajukan ke MA. Menurut Ramli, ketentuan tersebut dibuat mengingat terbatasnya jumlah Hakim Agung yang menangani perkara di MA sementara jumlah perkara yang masuk semakin bertambah. Ketentuan tersebut juga akan mendorong pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding untuk membuat putusan-putusan yang adil. “Dengan demikian, akan tercipta sistem peradilan yang cepat dan murah,” imbuhnya.

Terkait pertanyaan Hakim Konstitusi Harjono mengenai pembedaan perlakuan UU MA terhadap keputusan pejabat daerah yang tidak bisa dikasasi sementara keputusan pejabat pusat bisa dikasasi, Akil Mochtar menjelaskan bahwa ruang lingkup keputusan pejabat daerah hanya mengikat di daerah tersebut sehingga apabila terjadi kasasi terhadap keputusan pejabat daerah tersebut dan ditangani oleh Hakim Agung yang berada di pusat, justru akan mempersulit dan menghambat putusan karena kendala geografis. Berbeda dengan hakim tingkat pertama dan tingkat banding yang menurut Akil memiliki ruang lebih luas untuk meninjau langsung obyek (keputusan pejabat daerah) yang menjadi sengketa tersebut.

Uji materil Pasal 45A Ayat (2) huruf c UU MA ini diajukan oleh Pemohon karena Pemohon merasa dirugikan dan menganggap UU MA telah membatasi hak Pemohon untuk mengajukan kasasi terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT. TUN) Jakarta. Pemohon mengajukan gugatan tata usaha negara atas Keputusan Bupati Kutai Timur yang mencabut Ijin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet atas nama Pemohon. Gugatan Pemohon tersebut oleh PTUN Samarinda dikabulkan (dimenangkan).

Atas Putusan PTUN Samarinda tersebut, Tergugat (Bupati Kutai Timur) mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT. TUN) Jakarta dan PT. TUN Jakarta membatalkan Putusan PTUN Samarinda. Karena Pemohon dikalahkan oleh Putusan PT. TUN Jakarta, kemudian Pemohon mengajukan kasasi ke MA melalui PTUN Samarinda. Namun, permohonan kasasi tersebut oleh PTUN Samarinda ditolak dengan alasan adanya ketentuan Pasal 45A Ayat (2) huruf c UU MA. [ardli]

1 comment:

Anonymous said...

Yes indeed, in some moments I can bruit about that I agree with you, but you may be inasmuch as other options.
to the article there is even now a question as you did in the go over like a lead balloon a fall in love with delivery of this solicitation www.google.com/ie?as_q=divx player 6.6.1 professional ?
I noticed the axiom you have in the offing not used. Or you functioning the dreary methods of inspiriting of the resource. I suffer with a week and do necheg