Hukum Online
Seleksi Hakim MK:
[23/2/08]
Kini ada dua kelompok yang meramaikan seleksi hakim MK lewat DPR: pendaftar personal dan pendaftar melalui fraksi.
Proses seleksi calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang digelar DPR dipastikan molor. Fit and Proper Test tidak bisa digelar pada 25-27 Februari. Ini karena DPR masih menunggu calon yang diusulkan fraksi. Selain itu, DPR masih belum satu suara soal mekanisme Fit and Proper Test.
Ketua Tim Seleksi dari Komisi III DPR, Mulfachri Harahap menyatakan, DPR membuka kesempatan kepada seluruh fraksi untuk mengirimkan dutanya. “Kami masih menunggu calon yang diusulkan fraksi,” ujarnya, ketika dihubungi hukumonline, Jumat (22/2).
Setiap fraksi diberi kesempatan mencalonkan hingga tiga orang. Senin, (25/2) merupakan batas akhir pendaftaran. Menurut Mulfachri, sejauh ini belum ada satupun calon yang diusung fraksi.
Seperti halnya Mahkamah Agung dan Presiden, DPR memang punya kewenangan untuk mengusulkan tiga hakim konstitusi. Tiga dari sembilan hakim MK periode sekarang yang dulu dicalonkan DPR adalah Jimly Asshiddiqie, Achmad Roestandi, dan I Dewa Gede Palaguna. Karena pada 1 Maret nanti Roestandi bakal pensiun, DPR mesti sigap menyiapkan penggantinya.
DPR secara resmi membuka pendaftaran calon hakim MK pekan kemarin. Hingga kini sudah terjaring 21 nama. Tiga di antaranya merupakan anggota Dewan, yaitu Prof. Mahfud MD dari Partai Kebangkitan Bangsa, serta Akil Mochtar dan Victor Bungtilu Laisdokat dari Partai Golkar.
Harjono, Hakim MK yang dulu diusung pemerintah, juga turut mendaftar sabagai calon incumbent.
Menjelang Fit and Proper Test, sikap DPR ternyata berubah drastis. Sebelumnya, sebagaimana diungkapkan Mulfachri, DPR hanya 'melayani' pendaftar personal, bukan pendaftar yang diusung fraksi. Hal ini demi menghindari diskriminasi.
Dengan demikian, kini ada dua kelompok yang meramaikan seleksi hakim MK lewat DPR: pendaftar personal dan pendaftar melalui fraksi. Meski berposisi sebagai anggota dewan, Prof. Mahfud MD, Akil Mochtar dan Victor Bungtilu Laisdokat ternyata terhitung sebagai pendaftar personal.
“Bedanya, kalau pendaftar dari fraksi berarti diusulkan oleh fraksi, pendaftar independen mendaftar karena inisiatif sendiri,” kata Mulfachri. Di luar itu, persyaratan yang diberlakukan sama saja.
Awal pekan ini Komisi III akan menggelar pembahasan akhir mekanismde dan tata cara fit and proper test. Silang pendapat terjadi dalam hal calon incumbent. Sebagian anggota dewan menginginkan semua calon diperlakukan sama, sebagian yang lain usul agar calon incumbent diberi keistimewaan.
Pemberian priveledge itu bisa ditempuh dengan dua cara. “Ada yang bilang cukup evaluasi kinerja selama satu periode. Ada juga yang berpendapat cukup diminta menulis makalah. Nah, makalah itu yang akan didalami oleh anggota DPR,” beber Mulfachri.
Tunggu Masukan
Seperti halnya proses seleksi calon hakim agung, seleksi calon hakim MK juga menuai kritik tajam. Koalisi Pemantau Peradilan menyoroti tiadanya transparansi dan partisipasi publik pada seleksi hakim MK kali ini. Mereka berpendapat, DPR maupun MA tidak memberikan informasi yang memadai mengenai tahapan dan waktu seleksi. Selain itu, “Kami menilai bahwa proses pemilihan calon hakim MK tidak memiliki standar baku dan prosedur yang baik,” kata Zainal Abidin dari YLBHI.
Ronald Rofiandi dari PSHK menambahkan, DPR tidak terbuka mengenai rekam jejak para pendaftar. Di samping itu, DPR tidak menyediakan saluran bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya. ”Padahal saluran itu bisa saja disediakan misalnya di situs resmi DPR,” kritiknya.
Mulfachri menyatakan kritik seperti itu tidak fair. ”KPP terlalu terburu-buru berkomentar,” ujarnya. Proses seleksi dari awal hingga akhir, tandasnya, selalu terbuka dan melibatkan partisipasi publik. ”Pengumuman di media massa dan fit and proper test yang terbuka itu buktinya.”
Tim seleksi di DPR, imbuh Mulfachri, selalu berharap masukan dari masyarakat. Masukan itu bisa disampaikan lewat sekretariat.
Friday, February 22, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment