Wednesday, July 4, 2007

Uji Kelayakan Kapolri Dibayangi Dana Rp 350 Miliar

Senin, 04 Juli 2005

Pikiran Rakyat-Jawa Barat

Nasib Komjen Pol. Sutanto Ditentukan DPR RI, Senin (4/7)

JAKARTA, (PR).-
Fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan) calon Kapolri juga tak luput dari isu "politik uang". Konon jumlah dana itu sebesar Rp 350 miliar. Namun, Komisi III DPR RI menyatakan tidak akan terpengaruh dengan adanya informasi tentang upaya menggagalkan Komjen Pol. Sutanto untuk menjadi Kapolri.

Karena itu, komisi yang membidangi hukum itu bertekad untuk tetap melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) secara objektif terhadap calon tunggal Kapolri yang diajukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke DPR.

"Kami memang mendengar dan menerima isu seperti itu. Namun Komisi III akan tetap melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) secara objektif tanpa dipengaruhi apa pun," kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI Akil Mochtar ketika berbicara dalam Dialektika Demokrasi bertema ”Kapolri Baru dan Harapan Pemberantasan Korupsi” di gedung DPR, Jakarta, Jumat (1/7).

Diskusi itu menampilkan pembicara yakni Gubernur PTIK Irjen Pol. Farouk Muhammad, Wakil Ketua DPR Zaenal Maarif, dan Wakil Ketua Komisi III DPR, Akil Muchtar.

Menurut Akil, isu adanya pengumpulan dana sebesar Rp 350 miliar itu dimaksudkan agar DPR menolak pencalonan Sutanto sebagai Kapolri untuk menggantikan Jenderal Da'i Bachtiar. "Komisi III menjamin bahwa fit and proper test akan bebas dari politik uang dan sesuai prosedur yang telah ditetapkan," ujarnya.

Akil menjelaskan, menjelang uji kelayakan dan kepatutan yang akan diselenggarakan pada Senin (4/7), pihaknya menerima banyak masukan dan data serta informasi dari publik. Masukan data itu ada yang bisa digunakan sebagai bahan uji kelayakan, namun banyak pula yang berisi informasi tidak akurat.

Ditanya soal peluang Sutanto untuk disetujui oleh DPR, menurut pimpinan Komisi III dari Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR ini, pihaknya belum bisa memperkirakan peluang Kalakhar Badan Narkotika Nasional (BNN) itu untuk menjadi Kapolri. Karena proses uji kelayakan belum dilakukan, walaupun dialog antara anggota Komisi III dengan Sutanto telah dilakukan di kediaman Sutanto pada Kamis (30/6).

"Saya tidak mau mendahului proses uji kelayakan, yang baru akan dilakukan 4 Juli mendatang. Namun sesuai UU No.2/2002 tentang Kepolisian RI, DPR diberi hak untuk mempertimbangkan calon Kapolri," tuturnya.

Pertimbangan Kapolri itu bermuara pada dua pilihan, yaitu menerima atau menolak calon yang diajukan. Akil hanya memberi gambaran bahwa Sutanto figur yang "low profile" dan sulit menemukan figur lain di jajaran kepolisian.

Akil menilai polisi telah berhasil mengungkap kasus-kasus besar, seperti aksi pemboman. Namun citra polisi dalam kaitan 'public service' belum berubah. "Masih ada masyarakat yang justru takut melaporkan kasusnya ke polisi. Ini berarti persoalan 'public service' polisi belum sepenuhya terwujud," katanya.

Memimpin dan membangun

Di tempat sama, Gubernur Pendidikan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Farouk Muhammad mengatakan, saat ini Polri membutuhkan sosok yang mampu memimpin dan mampu membangun Polri.

Aspek kemampuan membangun Polri dititikberatkan pada langkah melanjutkan reformasi inetrnal Polri. Apalagi, selama ini Polri telah menyelesaikan reformasi struktural yang diwujudkan dengan pemisahan TNI-Polri dan reformasi instrumental.

"Yang belum diselesaikan adalah menyelesaikan reformasi kultural di tubuh Polri," tutur Farouk.

Untuk membenahi kultur, kata dia, bisa dilakukan melalui sistem rekrutmen dan pendidikan yang lebih terbuka. Misalnya, selama ini kultur di polisi sulit berubah karena dalam perekrutan anggota baru lebih ditentukan oleh tim yang seluruhnya dari internal Polri.

Mengenai figur Sutanto, Farouk mengatakan, tantangan tidak ringan dihadapi Sutanto adalah mengangkat citra polisi. (A-109)***

No comments: