31/07/07 14:45
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III (bidang hukum) DPR dari Fraksi Partai Golkar (FPG), Akil Mochtar, mengemukakan tidak ada alasan hukum bagi KPU untuk tak membuka kesempatan kepada calon perseorangan mengikuti pilkada setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK)."Sesuai dengan keputusan dan amar keputusan MK, KPU akan menghadapi konsekuensi hukum apabila tidak menerima pendaftaran calon perorangan untuk pilkada," kata Akil Mochtar di Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta, Selasa.
Dikatakannya dalam keputusan MK halaman 55 angka 3.15.22 secara tegas dinyatakan, "untuk menghindari kekosongan hukum dan seterusnya...," dihubungkan dengan amar putusan hal 61 (520 dan (53) serta halaman 62 (5.4) KPU harus menerima pendaftaran calon perseorangan, kalau tidak, KPU akan menerima konsekuensi hukum.
"Persoalannya hanya regulasi yang mengatur syarat calon perseorangan yang belum ada itu dan itu dapat dibuat oleh KPU dengan landasan yuridis pasal 8 ayat 3 huruf a dan huruf f dengan mengacu pada pasal 68 ayat 1 UU tentang Pemerintahan Aceh.
"Semua itu bersifat sementara untuk menghindari kekosongan hukum, karena semua KPU di daerah tidak bisa menolak pendaftaran calon perseorangan yang ingin ikut pilkada.
Akii Mochtar siap dalam hal apa saja termasuk izin dari DPP Partai Golkar untuk mengikuti pilkada gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) 15 November 2007.
Dia menegaskan apabila putusan MK tidak dilaksanakan, maka pemerintah, DPR, dan KPU telah menciptakan sistem demokrasi parpol yang totaliter.
Akibatnya, pemerintah, DPR dan KPU telah dengan sengaja mendorong terjadinya konflik horizontal, terutama di daerah yang akan melaksanakan pilkada, yakni Maluku Utara, Kalbar, Sulteng dan lain-lain.
Untuk menata sistem yang permanen, maka revisi UU No 32/2004 harus segera dilakukan, khususnya pasal yang mengantur tentang calon perseorangan.
"Jika DPR menolak melakukan revisi dan membiarkan persoalan ini mengambang, dipastikan akan terjadi konflik yang berujung pada kegagalan penyelengaraan hak-hak rakyat dibanding demokrasi oleh penyelenggara negara," katanya.
Kalau itu terjadi, kata Akil, maka pemerintah harus segera mengeluarkan Perppu untuk mengantisipasi segala sesuatu yang berbahaya yang diperkirakan pasti terjadi.
"Sangat tidak bijak bila negara menunggu terlebih dahulu segala ikhwal berbahaya terjadi, kemudian baru mengeluarkan Perppu," katanya.
Parpol bukanlah satu-satunya harapan yang bisa diandalkan dalam membangun sistem demokrasi di republik ini. "Demokrasi adalah harapan rakyat banyak, tidak boleh dikooptasi oleh kepentingan segelintir parpol dan rezim yang berkuasa," katanya.
Langgar konstitusi
Direktur Eksekutif Konsorsium Reformasi dan Hukum, Arifin Firmansyah, menilai putusan MK terhadap calon independen akan bisa mendorong perwakilan partai-partai politik di DPR untuk menghambat revisi UU No 32 Tahun 2004.
"Karena itu, pemerintah didesak segera mengeluarkan Perppu untuk merespons keputusan MK tersebut agar tak terjadi kekosongan hukum," kata Arifin Firmansyah, menanggapi putusan MK yang meresahkan partai-partai politik itu.
Dia mengingatkan dalam penerbitan Perppu pemerintah harus memiliki alasan kuat. Misalnya jadwal pilkada di daerah-daerah sudah dekat. Penerbitan Perppu lebih cepat dan praktis sehigga KPU bisa langsung membuat aturan-aturan teknisnya di lapangan.
Arifin juga mengimbau agar dalam melakukan revisi UU No 32 Tahun 2004, pemerintah dan partai-partai politik melalui perwakilannya di DPR harus menunjukkan sikap dewasa.
"Jangan menunjukkan sikap dan perbuatan menghalang-halangi revisi UU tersebut," katanya.
Sedikitnya ada tiga organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang mendesak pemerintah segera mengeluarkan Perppu, yaitu Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah dan pengurus pusat Pemuda Katolik.
"Kita menyambut gembira dan mendukung apa yang telah diputuskan MK soal calon independen. Kalau itu bisa segera direalisasikan saya kira akan menjadi era baru di sepanjang era reformasi dan akan berimplikasi positif pada banyak hal," kata Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Saifulah Yusuf.
Mantan Sekjen PKB yang kini ke PPP dan akrab disapa Gus Ipul itu mengatakan putusan MK itu harus ditindaklanjuti dalam peraturan yang lebih konkret (Perppu) untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap putusan itu sendiri.
"Kalau tidak segera ditindaklanjuti, maka pilkada akan berjalan tanpa ada aturan yang jelas sehingga akhirnya dikhawatirkan akan terjadi pelanggaran konstitusi. Sebab ke depan masih banyak sekali pilkada yang akan berlangsung," katanya.
Ketua Umum Pemuda Katolik Indonesia Natalis Situmorang mendesak pemerintah untuk tidak melakukan penundaan dalam membuat aturan untuk mengatasi kekosongan hukum.
"Ini jangan dilama-lamakan. Karena kalau itu terjadi kita khawatir pemerintah akan melanggar konstitusi. Artinya, pemerintah yang memutuskan, tetapi pemerintah pula yang melanggar putusan itu," katanya. (*)
No comments:
Post a Comment