Suara Pembaruan,
Jakarta, 23/07/07 -
Suara Pembaruan-Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) yang dimasukkan dalam Undang-undang Perseroan Terbatas (UU PT) justru akan menjadi beban bagi pelaku usaha. Padahal CSR seharusnya muncul dari kesadaran investor akan keuntungan yang mereka peroleh dan bukannya ditentukan pemerintah.
Hal itu disampaikan pengamat ekonomi, M Fadhil Hassan, kepada SP, Jumat (20/7). "Seharusnya CSR tidak diatur dalam UU. Karena perusahaan akan memperoleh intangible dan tangible gain (perolehan yang bisa diprediksi dan tidak bisa diprediksi) dari CSR itu untuk perusahaannya," ujar Fadhil. Dikatakan, seharusnya CSR dilihat sebagai bagian investasi oleh perusahaan.
DPR menyepakati adanya ketentuan CSR dalam UU PT yang baru disahkan dalam rapat paripurna DPR, Jumat (20/7). Ketentuan CSR itu ditujukan ke perseroan yang kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam (SDA) atau yang berkaitan dengan SDA.
Seluruh fraksi sepakat, ketentuan CSR diperlukan agar perseroan melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Menurut pimpinan Pansus RUU PT, Akil Mochtar, kewajiban perseroan untuk CSR, dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan. Sedangkan pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. "Sedangkan untuk pengaturan mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan melalui peraturan pemerintah," kata Akil.
DPR menilai, walau pelaku usaha memprotes adanya pasal yang mencantumkan CSR itu, namun CSR perlu diatur dalam payung hukum UU PT agar ada tanggung jawab perseroan.
Fraksi PDI Perjuangan, misalnya, melalui juru bicara fraksi Idham menilai, ketentuan CSR itu justru positif. PDI-P bahkan mendesak agar DPR menggunakan mandat politiknya untuk kepentingan rakyat. Kendati demikian, DPR jangan dipandang sebagai penghambat investasi.
"DPR tegas menggunakan mandat politiknya untuk kepentingan rakyat atau justru tunduk kepada tekanan dunia usaha dan menjadikan arus investasi dunia usaha sebagai pahlawan ekonomi Indonesia," ujarnya.
Menurutnya, penyelenggara kekuasaan pemerintah harus tegar dalam menghadapi realitas mengguritanya kekuatan korporasi yang lebih sering menuntut dibanding tanggung jawab korporasinya.
Sementara itu, juru bicara fraksi Golkar, Rustam Tamburaka mengatakan, untuk CSR agar ada perlakuan yang adil bagi perseroan yang berkaitan SDA melaksanakan tanggung jawab lingkungan dan sosial. "Sedang perusahaan yang tidak menyentuh SDA tidak diwajibkan tetapi secara sukarela ikut serta dalam CSR," kata Rustam.
Mahkamah Konstitusi
Terkait rencana dunia usaha akan mengadukan pasal tentang CSR ini ke Mahkamah Konstitusi (MK), Hadzam Asman Natawidjaya, juru bicara fraksi Demokrat, menilai negara maju memang tidak secara langsung memiliki kewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial dan pelestarian lingkungannya. "Namun mereka memiliki kesadaran yang tinggi dan didukung oleh infrastruktur perundangan yang memadai terhadap aspek sosial dan lingkungan," katanya.
Upaya yang dilakukan di negara maju setidaknya meredam dampak negatif dari setiap usahanya. Hal ini berbeda dengan kondisi di Indonesia dimana hanya sebagian kecil perusahaan yang punya kesadaran pelestarian lingkungan.
Atas dasar itu DPR dan pemerintah, katanya, berpandangan perusahaan yang bergerak di bidang SDA melaksanakan tanggung jawab sosialnya untuk menutupi kerugian yang diderita negara dan masyarakat yang timbul akibat aktivitas mereka sendiri.
"Ini merupakan jalan tengah, kewajiban CSR hanya bagi perusahaan yang berpotensi menciptakan ekses negatif bukan ke semua perusahaan berbentuk perseroan," ujarnya.
Sementara, ketentuan mengenai modal dan saham juga dilakukan perubahan. Sebelumnya, besarnya minimal modal dasar perseroan sebesar Rp 20 juta, diubah menjadi Rp 50 juta, sedangkan kewajiban penyetoran yang ditempatkan harus dilakukan secara penuh.
Dalam UU ditegaskan juga mengenai pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan perseroan, pada prinsipnya dapat dilakukan dengan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. [L-10]. (Twt)
Monday, July 23, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment