Monday, July 23, 2007

Giliran Pajak Lingkungan Yang Kini Menghadang

Harian Kontan, 23-Juli-2007


JAKARTA. Para pengusaha sebaiknya mulai mencermati pembahasan Rancangan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), yang saat dalam pembahasan DPR. Sebab rancangan beleid itu bakal memberi tambahan pungutan baru ke pengusaha, berupa pajak lingkungan sebesar 0,5%.

Pengusaha beromzet minimal Rp 300 juta per tahun bakal kena pajak lingkungan

JAKARTA. Para pengusaha sebaiknya mulai mencermati pembahasan Rancangan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), yang saat dalam pembahasan DPR. Sebab rancangan beleid itu bakal memberi tambahan pungutan baru ke pengusaha, berupa pajak lingkungan sebesar 0,5%.

Namanya juga pajak daerah, maka pemerintah daerah yang akan memungutnya. Dasar perhitungannya adalah setiap kegiatan produksi yang nilainya di atas Rp 300 juta, terkena pajak lingkungan 0,5% dari harga pokok produksi mereka.

Tapi memang, ide pajak jenis ini datang dari Departemen Keuangan. Lapangan Banteng mengusulkan pengenaan pajak itu untuk perusahaan yang berpotensi merusak lingkungan. Soal kriterianya seperti apa, pemerintah daerahlah yang harus menentukan.

Menurut Ketua Panitia Khusus RUU PDRD, Harry Azhar Aziz, pajak lingkungan ini memang termasuk isu hot yang masih alot. Tapi, pada intinya, DPR setuju ada pengenaan pajak tersebut.

Yang masih menjadi masalah adalah, soal kapan pengenaan pajak itu. Saat proses produksi atau terhadap dampak produksi? Ini harus jelas agar perusahaan tak kena pajak berganda. “Karena ini wewenang Pemda, kami khawatir mereka berkreasi sehingga memberatkan perusahaan. Akhirnya bertentangan dengan prinsip closed list yang diinginkan pemerintah saat mengajukan RUU ini,” kata Harry kepada KONTAN pekan lalu.

Harry membenarkan, setelah ada kewajiban sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR), Pajak Lingkungan akan makin memberatkan biaya pengusaha. Karena, keduanya berlaku bagi perusahaan yang usahanya berkaitan dengan sumber daya alam.

Tapi, tetap saja DPR tak berniat mencabut jenis pajak ini dari RUU PDRD. Sebagai solusinya, Harry mengusulkan agar pajak lingkungan dan CSR, masuk dalam kategori pengurang pajak. Soalnya, “Itu kan sama artinya pemerintah menyerahkan sebagian tugas pelayanan publik ke swasta,” katanya.

Sementara, anggota Pansus UU PDRD Akil Mochtar malah menegaskan bahwa Pajak Lingkungan dan kewajiban CSR bukanlah pajak ganda. “Pajak ganda itu karena peraturan daerah. Maka itu yang seharusnya dibereskan,” kata Akil.

Gentur Putro Jati

No comments: