Friday, September 28, 2007

Pemantau Pilgub Kalbar Tuntut Keamanan dan Jaminan Keselamatan

:: KR ONLINE | JUMAT, 28 SEPTEMBER 2007


Lima lembaga pemantau Pemilihan gubernur dan wakil gubernur Kalbar siap melaksanakan proses pesta demokrasi yang dihelat pada tanggal 15 November 2007 nanti. Hal ini diungkapkan oleh kelima lembaga pemantau kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPU) Kalbar dalam acara sosialisasi lembaga pemantau yang dilaksanakan di Hotel Santika, 15 September 2007 yang lalu. Adapun kelima lembaga pemantau tersebut, yakni Forum Penegak Demokrasi Kalimantan Barat (Fordem Kalbar) dengan nomor akreditasi 01/AP/KPU/KB/VIII/2007; diketuai oleh Erasmus Endi Dacosta, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kalbar nomor akreditasi 02/AP/KPU/KB/VIII/2007; ditingkat nasional Plt. Sekjendnya adalah Susan Andriani, alamatnya Jl. Masjid Bendungan I No.10 Cawang Jakarta Timur, Komite Pemantau Pemilihan dan Kinerja Kepala Daerah, nomor akreditasi 03/AP/KPU/KB/VIII/2007; ketuanya Burhanudin Haris, LSM Pengawas Pembangunan Pajak dan HAM Kalbar, nomor akreditasi 04/AP/KPU/KPU/VIII/2007, dan Jaringan Kerja Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat Kalbar (JPPR-Kalbar), nomor akreditasi 05/AP/KPU/KB/VIII/2007; sekretarisnya Muhammad.

Perlu juga diketahui bahwa pada pemilihan langsung yang pertama untuk gubernur Kalimantan Barat, ada 4 calon yang sudah resmi maju dalam pemilihan yang akan dilaksanakan tanggal 15 November 2007. Mereka adalah: (1) Pasangan incumbent Usman Ja’far dan Drs. Laurentius Herman Kadir, nomor urut 1; (2) Oesman Sapta Odang dan Drs. Ignatius Lyong, MM., nomor urut 2; (3) HM. Akil Mochtar, SH. MH. dan Drs. AR. Mecer, nomor urut 3 dan (4) Drs. Cornelis, MH. dan Christiandy Sanjaya, SE. MM., nomor urut 4.

Meskipun sudah sah secara hukum berdasarkan Keputusan KPUD Kalbar Nomor 19 Tahun 2007 tentang akreditasi lembaga pemantau dan Keputusan KPUD Kalbar Nomor 4 Tahun 2007 tentang tata cara pemantau serta mendapatkan perlindungan hukum dan keamanan pada pelaksanaan pemantauan (poin 4 huruf b), namun kelima lembaga pemantau mendesak serta meminta keamanan dan keselamatan dalam melaksanakan tugas pemantauan. “Kami meminta jaminan keselamatan dalam proses pemantauan nanti,” pinta Ketua Ketua Pemantau Pemilihan dan Kinerja Kepala Daerah (KPPKKD), Burhanudin kepada segenap KPUD Kalbar. Hal senada juga dikatakan oleh Ketua Fordem Kalbar, Erasmus Endi Dacosta. “Sampai saat ini jaminan keamanan dan perlindungan hukum masih mengambang, sementara tugas pemantau memiliki risiko yang besar.

Sebagai contoh, kasus yang pernah terjadi ketika Fordem memantau Pilkada di Melawi, justru aparat keamanan yang terindikasi telah memberikan tekanan-tekanan kepada beberapa anggota pemantau Pilkada. Maka, kami meminta KPUD, lembaga pemantau, aparat keamanan, dan lembaga terkait lainnya agar duduk satu meja, serta membuat nota kesepakatan secara tertulis tentang jaminan dan keselamatan pemantau,” tegas pria gondrong asal Kabupaten Sintang.

Oleh sebab itu, Endi meminta lembaga terkait supaya merevisi aturan yang mengatur kewenangan pemantau, yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004, PP Nomor 6 Tahun 2005, dan Keputusan KPUD Kalbar Nomor 9 Tahun 2007. “KPUD Kalbar disinyalir membatasi kewenangan pemantau dalam melaksanakan tugasnya. Pemantau ditetapkan secara resmi oleh KPUD setelah tahapan pemilihan gubernur dan wakil gubernur berlangsung, padahal kecurangan tersebut terjadi ketika tahapan Pilkada dibuka,” tambah Endi.

Menurut Endi, ada beberapa contoh kecurangan yang terjadi, seperti kecurangan pendaftaran pemilih, penetapan Daftar Pemilihan Sementara (DPS), Daftar Pemilih Tetap (DPT), pengumuman DPS, serta pengumuman DPT. Bagaimana keindependenan dari lembaga-lembaga yang berkompeten? “Dengan adanya anggaran yang dikucurkan untuk lembaga-lembaga tertentu, seperti KPUD sebagai penyelenggara, Panwas, serta aparat keamanan justru dianggap ada indikasi tidak independen dalam melaksanakan tugasnya. Sementara lembaga pemantau adalah lembaga yang paling independen, sebab dari aspek pendanaan bersifat swadaya, atau jangan-jangan pemantau yang tidak independen sebab tidak ada kucuran dana dari pemerintah,” timpal pria mantan Komda PMKRI Kalbar.

Di samping itu, berdasarkan analisa salah satu anggota pemantau terkait kode etik pemantau, juga dinilai ada kejanggalan aturan antara poin 9 tentang transparan dan poin 10 tentang kerahasiaan. “Kedua poin tersebut sangatlah tidak relevan, karena pemantau dituntut untuk terbuka baik dalam metode, analisis, dan kesimpulan berkaitan dengan hasil pemantauannya di lapangan, sementara pemantau dituntut menjaga kerahasiaan dari hasil kerahasiaan di lapangan,” jelas Stefanus Ngebi kepada KR.

“Kode etik pemantau tidak jelas, sehingga menimbulkan kesalahpahaman dalam penafsirannya. Dan KPUD Kalbar hendaknya membuat keputusan yang tidak menimbulkan pemahaman yang kabur,” tutur pria yang mengenyam pendidikan di fakultas hukum, Untan.

Victorius

No comments: