Pameran foto bertajuk “Presenting Pontianak” yang digelar fotografer Lukas B Wijanarko berjalan sukses. Pembukaan pameran di Hotel Gajahmada dilakukan anggota DPR-RI asal Kalimantan Barat H. Muhammad Akil Mochtar SH MH dan dihadiri sejumlah pejabat Kota Pontianak, seniman, fotografer, wartawan dan undangan.
”Berbicara mengenai kota, adalah berbicara mengenai sesuatu yang hidup. Dinamis dan terus bergerak. Kehidupan mencari ruangnya sendiri,” kata Akil yang membuka acara tersebut.
Pada pusaran waktu yang berjalan cepat dan tak beraturan. Kota adalah magnet. Kerlip lampu kota sanggup menyihir orang daerah, untuk mendatangi dan menyerahkan hidupnya pada rutinitas kota. Kota seolah menjadi penentu dari segala keberhasilan yang ingin dicapai. Kota juga menjadi simbol aktualisasi. Pencapaian dan modernitas.
”Kemajuan dan kehidupan modern kota, seolah menjadi simbol majunya suatu peradaban. Tak heran, kota pun menghadirkan berbagai budaya baru, khas masyarakat urban. Kaum urban datang dari berbagai strata, budaya, tingkat pendidikan, dan latar belakang sosial. Kota menampung berbagai karakteristik budaya dari penghuninya,” kata politisi Partai Golkar yang kemarin pagi mengenakan setelan batik cokelat dan celana hitam.
Ia mengatakan, interaksi itu mewujud dalam berbagai perilaku kehidupan masyarakat, bangunan, makanan, dan pola interaksi sosial. Dari sinilah lahir penciptaan, tata nilai, budaya dan berbagai nilai baru kehidupan masyarakat kota.
Menurut Akil, interaksi bangunan mewujud pada munculnya berbagai seni bangunan, jembatan, kantor, mall dan bangunan lainnya. Masyarakat mencipta dan berkreasi. Pada tahap ini, identitas mewujud pada bangunan yang diciptakan. Orang mencipta identitasnya, pada bentuk fisik bangunan. Namun, seiring berjalannya waktu, bangunan itulah yang akhirnya membentuk identitas masyarakat itu sendiri.
”Melalui bangunan inilah, sejarah perkembangan kota dapat ditelusuri dan dilihat. Sebagai contoh kota-kota di Eropa. Sejarah perkembangan kota bisa dilihat dari wujud bangunan yang berciri Baroc, Renaissance, modern hingga postmodern. Begitu pun dengan simbol masyarakat kota yang identik dengan kemajuan dan modernitas. Masyarakat kota merepresentasikan dirinya melalui cara berpakaian dan pergaulan,” papar dia.
Akil melihat Kota Pontianak sebagai representasi masyarakat urban di Kalbar. Tak heran, modernitas kehidupan urban, sangat mewujud pada kehidupan di jalan, mall, atau ruang publik lainnya. Areal itu, menjadi ruang kolektif dan pencitraan diri berbagai masyarakat perkotaan.
Masyarakat menjadi konsumtif. Pada perkembangannya, pembangunan di wilayah perkotaan, juga menghadirkan berbagai permasalahan spesifik. Seperti, tata ruang kota, ruang publik, krimina litas, sampah, lalu lintas, penyediaan energi, polusi, banjir, dan lainnya.
Permasalahan ini perlu cara dan strategi khusus mengatasinya. Karena itulah, kota harus punya strategi pembangunan kota berkelanjutan. Dalam arti, kota dalam tahap perkembangannya, harus mampu memenuhi ke butuhan masyarakat di masa sekarang, tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang mencukupi kebutuhannya.
”Dalam hal ini, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan dalam pembangunan konsep kota berkelanjutan. Kebijakan perencanaan pembangunan kota, harus bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Pembangunan kota juga harus punya visi, dan mempertimbangkan permasalahan kota ke depannya,” kata dia mengingatkan.
Sementara Lukas menuturkan, fotografi sebagai suatu bahasa komunikasi visual, terbukti punya pengaruh besar di masyarakat. Fotografi sanggup menjembatani berbagai lapisan masyarakat, mulai dari strata sosial paling rendah hingga paling tinggi, sekali pun.
”Dengan pameran ini saya ingin membuat darma bakti sesuai dengan bidang yang saya tekuni sekarang. Bagaimanapun juga, Kota Pontianak telah memberi berbagai kenangan, pengalaman dan proses kreatif di bidang fotografi yang saya tekuni,” kata alumnus Institut Kesenian Jakarta ini.
Lukas mengatakan, pameran ini berisi berbagai foto tentang struktur Kota Pontianak, bangunan, budaya, perilaku dan pergulatan manusianya dalam menghadapi berbagai permasalahan. Pameran menampilkan 30 frame foto.
Lukas adalah salah satu fotografer terbaik di Pontianak. Hasil jepretan dan keuletan mencari momen serta sudut pandang foto tak diragukan lagi. Lulus dari jurusan Fotografi Jurnalistik IKJ Jakarta, Lukas bergabung dengan sejumlah media cetak. Ia juga sempat melakoni sebagai fotografer freelance dan kini ia bergabung dengan harian Borneo Tribune.
Usai pembukaan pameran masih diisi serangkaian kegiatan. Diantaranya diskusi masalah perkotaan dengan pembicara Wakil Walikota Pontianak, H. Sutarmidji, SH, M.Hum dan budayawan HA Halim Ramli dengan moderator Redaktur Borneo Tribune, Tanto Yakobus, S.Sos. Rencananya pameran ini akan berlangsung secara bergilir. Mulai 1 September-4 Oktober 2007. Pameran akan digelar di Hotel Gajah Mada, Hotel Santika, Matahari Departemen Store, dan Hotel Kapuas Palace.
Pada hari pertama pameran, tiga buah foto Lukas dikoleksi pejabat. Akil mengoleksi foto dengan judul Peacefull. Foto ini menggambarkan hubungan yang harmonis antara alam dan sekitarnya dengan background Sungai Kapuas. Sutarmidji mengoleksi foto dengan judul Saksi Bisu. Foto ini bercerita tentang bangunan tempo doeloe di Jalan Tanjungpura yang menjadi saksi dari zaman yang terus bergerak. Lukas mengabadikan bangunan yang eksotik tersebut pada tengah malam saat suasana sepi. Sementara Kepala Dinas PU Kota Pontianak, Ir H Edi Rusdi Kamtono, MM mengoleksi foto yang menggambarkan masjid jami’. Foto tersebut berjudul Sang Pemula.□
Edisi Cetak ada di Borneo Tribune, 4 September 2007
No comments:
Post a Comment