KBR68h
27-09-2007
Walau pun sudah diundangkan Agustus tahun lalu, Indonesia saat ini belum juga memiliki lembaga perlindungan saksi dan korban. Pemerintah mengakui lambat menyiapkannya. Baru sebulan terakhir pemerintah membuka seleksi bagi mereka yang ingin duduk di lembaga tersebut. Seberapa pentingkah lembaga ini? Bagaimana sebaiknya aturan mengenai hal itu dan bagaimana proses seleksi akhir di DPR?
Masih diangan-anganRUU Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban resmi menjadi undang-undang Agustus tahun lalu. Tapi hingga saat ini lembaga ini belum juga terbentuk. Padahal dalam ketentuan penutup Undang-Undang itu ditegaskan, setahun setelah disahkan, lembaga perlindungan tersebut harus sudah terbentuk. Artinya, bulan lalu Indonesia mestinya sudah memiliki Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Tapi kenyataannya hingga September ini lembaga tersebut masih diangan-angan.
Pemerintah berdalih dana. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Andi Mattalata mengatakan, pembentukan panitia seleksi berjalan lambat karena tak ada anggaran. Anggaran antara lain digunakan untuk membuat pengumuman dan melaksanakan tes.
Andi Mattalata: "Panitia seleksinya belum dibentuk karena rupanya di anggaran tahun lalu, tidak dimasukkan anggaran mengenai ini. Tapi memang pembentukannya terbentur masalah anggaran. Kan harus diumumkan. Nanti ada tesnya ada apanya. Targetnya? Mestinya Agustus ini terbentuk pasti tertunda"
Harus jadi prioritasKaruan kalangan LSM protes. Koordinator monitoring peradilan lembaga pemantau korupsi Indonesia ICW, Emerson Yuntho menuding pemerintah setengah hati dalam mewujudkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Menurut dia, ini mesti menjadi prioritas demi memperlancar penegakan hukum. Tanpa lembaga ini, masalah perlindungan saksi terkatung-katung.
Emerson Yuntho: "Sedari awal menilai bahwa sepertinya pemerintah setengah hati, adanya lembaga perlindungan saksi ini, jadi sebatas ada saja. Cuma khan sejauh ini mereka punya problem yang anggarannya belum keluar, kita bisa prediksikan 11 agustus 2007 ini belum terbentuk. Jadi banyak kasus perlindungan saksi yang tak tercover baik oleh polisi maupun kejaksaan"
Saksi korban diintimidasiMenurut anggota Koalisi Perlindungan Saksi, Illian Deta Arta Sari, akibat tertundanya lembaga ini, banyak saksi dan korban justru mengalami intimidasi, fisik mau pun psikis. Illian mendesak pemerintah segera membentuk lembaga ini.
Illian Deta Arta Sari: "Jadi ini nggak jelas LPSK ini, penegak hukum juga tidak jelas. Jadi kita berharap LPSK nanti tidak hanya berdiri, ini harus disiapkan dari pendanaan, blue print dll. Saya melihat pemerintah lalai dan tidak memahami untuk menjalan ini"
Berdasarkan catatan Koalisi Perlindungan Saksi, dalam setahun terakhir, 16 kasus pelapor atau saksi atau korban diancam intimidasi. Bahkan sebagian besar justru dipenjara karena dianggap melakukan pencemaran nama baik.
Penegakan hukumUU Perlindungan Saksi dan Korban dinilai sebagai terobosan penting bagi penegakan hukum di Indonesia. Dalam pertimbangan UU dikatakan, penegak hukum kerap kesulitan menghadirkan saksi atau korban karena ancaman pihak tertentu. Dengan UU ini, diharapkan orang tak segan lagi memberi kesaksian bagi sebuah kejahatan.
Mereka yang mendapat fasilitas perlindungan bisa memperoleh jati diri baru, juga tempat tinggal baru. Selain itu mereka memperoleh perlindungan keamanan pribadi, keluarga, dan harta benda. Mereka juga bebas dari ancaman akibat kesaksian yang akan atau telah diberikan. Perlindungan ini perlu karena dalam beberapa kasus, para saksi malah digugat balik dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Dirjen HAM Dephukham, Harkristuti Harkrisnowo mengatakan, aparat hukum seperti kepolisian dan kejaksaan wajib melindungi saksi dan korban seperti diamanatkan UU Perlindungan Saksi dan Korban. Menurut Harkristuti, LPSK bukanlah satu-satunya lembaga pelindung. Agar UU ini tidak mandul, maka lembaga hukum harus melakukan perlindungan saksi dan korban secara maksimal
Tidak ada danaHarkristuti Harkrisnowo, "Tanpa LPSK perlindungan saksi harus bisa jalan, ini tugas kepolisian dan kejaksaan. Artinya LPSK bukan hanya institusi yang dapat melindungi saksi, tapi lembaga hukum lain juga bisa"
Harkristuti mengakui pemerintah memang terlambat membentuk LPSK seperti diamanatkan UU. Padahal Maret lalu pemerintah telah membentuk panitia seleksi anggota LPSK. Namun ya itu tadi, akibat tiadanya dana, seleksi anggota LPSK tidak berjalan. Baru pertengahan Agustus tim ini mulai bekerja.
Hari-hari ini, panitia seleksi anggota LPSK mulai memilih calon anggota. Tapi itu bukan tanpa masalah. Kini, Panitia disibukkan soal kontroversi apakah polisi, jaksa dan pegawai kehakiman boleh duduk dalam LPSK. Sejauh ini, memang belum ada aturan bagi pegawai kepolisian, kejaksaan agung dan departemen hukum dan HAM jika mereka terpilih menjadi anggota LPSK.
Dalam UU syarat menjadi anggota LPSK antara lain tidak pernah dijatuhi pidana karena kejahatan dengan ancaman kurungan paling tidak lima tahun. Juga harus berpengalaman setidaknya 10 tahun dalam bidang hukum dan hak-hak azasi manusia, serta berintegritas dan berkepribadian tidak tercela.
Mengundurkan diri dari jabatanTapi kata ketua panitia seleksi, Harkristuti Harkrisnowo, sesuai syarat, anggota polisi, kejaksaan dan pegawai kehakiman tetap harus melepas jabatan bila terpilih menjadi anggota LPSK.
Harkristuti Harkrisnowo: "Saya mengatakan, bapak kalau sudah mengirim anggotanya, itu boleh nggak kalau anggotanya terpilih itu mendapat cuti sementara. Akan tetapi kalau nanti sudah selesai bisa meneruskan kiprahnya di kepolisian, kejaksaan atau depkum HAM. Karirnya nggak terputus, nah itu yang kami harapkan. Tapi selama dia terpilih, dia tidak boleh cawe-cawe dengan kegiatan di departemennya yang dulu" Namun Direktur Masyarakat Transparansi Indonesia Agung Hendarto menyarankan anggota ketiga lembaga itu harus mengundurkan diri dari jabatan sebelumnya. Tidak ada istilah cuti sementara. Agung khawatir perlindungan saksi dan korban tidak akan optimal jika anggota LPSK rangkap jabatan.
Agung Hendarto: "Saya kira tidak mungkin cuti sementara, terus bekerja optimal. Saya lebih setuju ya, keluar. Karena dia harus komitmen lembaga baru. Kalau cuti sementara kepatuhan orang cuti semntara tetap kepada institusinya.
Polri siapSementara itu, Polri menyatakan siap menerima setiap ketentuan tentang anggota polisi di LPSK. Namun, kata Jurubicara Kepolisian Indonesia Sisno Adiwinoto, polisi yang menjabat di satu lembaga pemerintah sebaiknya tidak perlu mengundurkan diri. Ini sesuai ketentuan Kepolisian Indonesia.
Kata Sisno, setiap anggota polisi yang berhasil menduduki jabatan pemerintahan, merupakan kebanggaan dan prestasi tersendiri bagi kepolisian. "Apa ketentuannya sajalah. Kalau sekarang, polisi masih boleh duduk di instansi lain. Tapi kalau harus melepas, kalau begitu kita harus patuh, taat dengan aturan yang berlaku." jelasnya.
Senada dengan dengan polisi, wakil Ketua Komisi III DPR Akil Mochtar mengatakan jika tiap-tiap lembaga asal memberlakukan cuti sementara selama tugas di luar korps, maka sah-sah saja. Dengan catatan, yang bersangkutan tunduk pada UU Perlindungan Saksi dan Korban.
Menunggu setahun Akil Mochtar: "Dia pilih. Kalau mau dilantik sebagai anggota lembaga, dia menjadi pejabat negara. kalau mau cuti, asalkan diijnkan pimpinan dia. Tapi selama berada di LPSK, harus tunduk ke UU LPSK itu"
Ketua panitia seleksi anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Harkristuti Harkrisnowo memperkirakan, lembaga ini baru terbentuk awal tahun depan. Jadi, para saksi dan korban mesti menunggu sampai tahun depan untuk bisa memperoleh perlindungan.**
Thursday, September 27, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment