Thursday, August 23, 2007

Warga Kalbar Rentan Gizi Buruk

Sungai Pinyuh,- Masalah gizi di Kalbar ternyata jauh lebih serius dari yang kita bayangkan selama ini. Soalnya, provinsi ini masuk dalam kelompok 10 besar dengan status gizi buruk. Gizi buruk atau anemia gizi tidak hanya mengancam bayi dan anak balita, tetapi semua kelompok usia. Perempuan adalah kelompok paling rentan, di samping anak-anak.

Demikian dikatakan Anggota DPR-RI, HM Akil Mochtar SH MH, saat bersilaturahmi dengan jemaah Masjid Nurul Huda di lingkungan Pondok Pesantren (Ponpes) Asy-Sura, Desa Galang, Kecamatan Sungai Pinyuh, Kabupaten Pontianak, Selasa (14/8) malam.

Kehadiran calon terkuat Gubernur Kalbar itu dalam rangka peringatan Isra' Mi'Raj Nabi Muhammad SAW 1428 H. Hadir pula KH R Mahrus, pimpinan Ponpes Al-Ikhsan Jerangon, Sampang, Madura yang ditemani penceramah KH Drs Sahuri yang tak lain adalah pengasuh Ponpes Al-Ikhsan, dan tokoh-tokoh masyarakat serta sekitar 1.000 jemaah yang memenuhi masjid tersebut.

Di masjid Ponpes Asy-Sura yang dipimpin KH Baidawi Azis itu, Akil mengatakan, ibu-ibu hamil belakangan ini, hampir separuhnya mengalami anemia gizi dan sebagian kekurangan energi kronis (KEK). Dari ibu-ibu hamil dalam kondisi seperti itu, akan melahirkan bayi dalam kondisi berat badan rendah, bertubuh pendek akibat kurang gizi dan sebagian mengalami anemia gizi.

Dari kondisi gizi seperti itu menunjukkan bahwa kita belum merdeka dari kelaparan dan kemiskinan sebagai akar penyebab utama malnutrisi. Menurut dia, tingginya prevalensi anemia gizi pada perempuan dan anak-anakdi Kalbar, akhirnya menciptakan lingkaran setan. Wanita menderita gizi kurang akan melahirkan anak-anak dengan berat badan rendah yang rentan terhadap infeksi dan kematian. Jika bertahan hidup, mereka tak akan mampu tumbuh dan berkembang secara optimal.

"Beberapa kali saya menjumpai anak-anak mengalami gizi buruk. Saya bantu susu. Saya pernah tanya dokternya, mengapa tak mengambil susu tersebut. Dokternya bilang, untuk datang ke puskesmas, orang tua si bayi tidak ada ongkos angkut sebesar Rp1.500. Bayangkan Rp1.500 untuk orang desa, sangat berarti sekali. Ini menunjukkan kemiskinan kita sudah teramat parah," kata Akil menceritakan pengalamannya mengunjungi pelosok demi pelosok Kalbar yang kondisinya bagaikan indah kabar dari rupa itu.

Kata Akil, fenomena kurang gizi disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor. Kemiskinan, kondisi lingkungan, buruknya pelayanan kesehatan, dan kurangnya pemahaman mengenai gizi. Namun penyebab utama adalah kemiskinan. "Kemiskinan membuat ketersediaan pangan yang cukup dan berkualitas di tingkat rumah tangga, juga rendah. Oleh karenanya, tidak mungkin mengatasi gizi buruk di masyarakat tanpa peningkatan ekonomi di tingkat rumah tangga. Dan ini menjadi persoalan besar dengan keterbatasan kemampuan perekonomian untuk menciptakan lapangan pekerjaan sekarang ini," ujarnya.

Akil mengatakan, Depkes sendiri mengakui problem penanganan gizi menghadapi tantangan di era otonomi daerah. Pemda yang diharapkan lebih berperan dalam upaya peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat, dalam kenyataannya tidak selalu seperti itu. Bandingkan di masa lalu, intervensi gizi oleh pemerintah lebih cepat dilakukan dalam kasus ditemukannya anak balita gizi buruk dan kurang gizi. Sebab, berfungsinya Posyandu dan tenaga-tenaga medis wajib praktik yang menjangkau hingga daerah pelosok.

"Masalah gizi bukan hanya isu kesejahteraan, isu hak asasi manusia, serta masalah pangan dan konsumsi, tetapi juga isu investasi (sosial). Meningkatkan gizi penduduk akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi," beber Akil. Hal yang sama dikatakannya saat bersilaturahmi dengan jemaah surau Al-Huda Desa Peniraman, Selasa sore. Hadir di surau tersebut Kades Peniraman Sadli Sardi, tokoh-tokoh masyarakat dan sekitar 700 jemaah memenuhi surau dan tenda yang disediakan panita peringatan Isra' Mi'raj setempat.(mnk)

No comments: