Minggu, 05 Agustus 2007
Suara Merdeka-Jawa Tengah
Muladi: Potensi Chaos Sangat Besar
JAKARTA- Gubernur Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) Muladi mengharapkan pemerintah dan DPR segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meloloskan calon independen. Namun dia tidak sependapat jika ketentuan mengenai calon independen ini diatur dengan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang (Perppu).
Menanggapi putusan MK mengenai lolosnya calon perseorangan, mantan Rektor Undip ini berpendapat pemerintah sebaiknya cepat merespon putusan tersebut. "Kita menghadapi pilkada banyak sekali dan sedang berjalan. Potensi chaos sangat besar jika putusan MK tidak diatur. Ini akan jadi masalah. Karena itu kalau bisa diatasi dengan cepat, kenapa tidak diatasi," katanya.
Muladi mengatakan, penindaklanjutan putusan MK tersebut bisa dilakukan dengan merevisi terbatas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sebab jika dengan Perppu, dikhawatirkan akan timbul selisih pendapat lagi kecuali jika pengajuan Perppu dikonsultasikan dengan DPR.
Ahli hukum Undip ini menambahkan, Perppu bisa saja diterbitkan dengan alasan kegentingan yang memaksa. Sebab kegentingan tidak harus diartikan karena ada benturan fisik. "Potensi yang menyebabkan chaos politik dan mengganggu demokrasi, itu juga dapat disebut sebagai darurat."
Karena itu Muladi menilai, Perppu bisa saja diterbitkan asal ditetapkan dengan persetujuan DPR. Sehingga, pada saat sidang tidak akan ditolak oleh DPR. Dia menjelaskan, calon independen merupakan dinamika demokrasi yang luar biasa, karena di negara lain calon perseorangan juga diterapkan.
Mengikat
Anggota Komisi III DPR RI Akil Mochtar juga menyatakan, pembiaran terhadap putusan MK mengenai calon independen berpotensi menimbulkan konflik horizontal dan vertikal atau separatisme.
"Putusan MK bersifat final and binding, artinya final dan mengikat sejak putusan itu diucapkan hingga tidak ada alasan bagi pemerintah, DPR, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan pembiaran atas putusan itu. MK merupakan satu-satunya lembaga yang bisa membatalkan pasal-pasal dan Undang-undang keseluruhan. Jangan menciderai putusan MK," kata Akil Mochtar di Pontianak.
Menurut dia, jika terjadi pembiaran atas putusan itu, di beberapa daerah yang sedang mempersiapkan pelaksanaan pilkada gubernur, bupati/walikota bisa berpeluang terjadi konflik baik horizontal maupun vertikal atau separatisme. Konflik horizontal, antara masyarakat dengan masyarakat. Sementara vertikal atau separatisme antara masyarakat terhadap pemerintah.
Menurutnya, jika merevisi UU No. 32 Tahun 2004, tentunya akan memerlukan waktu lama, bisa sampai setahun. Sementara untuk mengisi kekosongan hukum, karena belum ada regulasi yang mengatur calon perseorangan, harus ada hukum yang mengatur.
Satu-satunya yang mengatur calon perseorangan ada di dalam Undang-undang Pemerintahan Aceh, sebagai hukum positif yang berlaku di Indonesia, dengan demikian bisa mengacu kepada Undang-undang tersebut, terutama pada Pasal 68 ayat (1) dan (2).
Berbeda dengan Muladi, Akil justru mengusulkan agar pemerintah membuat Perppu yang hanya mengatur regulasi, misalnya mengenai syarat calon yang tidak diatur dalam UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pembuatan Perppu dapat dilakukan dalam sehari. "Syarat calon semua sama, ada di UU No 32 tahun 2004. Melalui partai politik disebutkan 15 persen, sedangkan untuk calon perseorangan belum ada," katanya.
Selain melalui Perppu, sesuai UU No 22 tahun 2007 tentang Pemilu, KPU memiliki kewenangan mengatur penyelenggaraan Pemilu, yang tidak lagi oleh pemerintah. Karena itu, anggota DPR dari Partai Golkar itu menyatakan KPU semestinya membuat putusan yang menentukan persyaratan calon perseorangan yang sebelumnya tidak diatur dalam UU No 32 tahun 2004.
Akil menambahkan, MK telah membuka ruang bahwa untuk menjadi calon bukan hanya partai politik saja, tetapi juga bisa calon perseorangan. "Kalau tidak begitu, bertentangan dengan Undang-undang," katanya. (A20,ant-48)
Sunday, August 5, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment