Thursday, May 24, 2007

Pasal Penebar Kebencian Sangat Subjektif

24 Mei 2007

Radio VHR

Uji Materi KUHP
Indah Nurmasari

Jakarta - Pasal 154 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dinilai merugikan dalam hal penyampaian pendapat. Aparat kepolisian juga dinilai telah bertindak sewenang-wenang menindak aksi damai yang digelar masyarakat seperti pada demonstrasi yang digelar Forum Komunikasi Antar-Barak (Forak) di Aceh yang menyebabkan koordinatornya R Panji Utomo ditangkap dan ditahan polisi.

Pasal 154 KUHP bersifat sangat subjektif dan multitafsir sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi rakyat Indonesia yang menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah.

Hal itu disampaikan Mudzakir, ahli yang dihadirkan R Pandji Utomo, dalam sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi, Selasa (8/5). Pandji mengajukan uji materi terhadap pasal-pasal dalam KUHP karena dianggap bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945.

Mudzakir, dosen Fakultas Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, menyatakan Pasal 154 yang berisi tentang larangan menyebarkan rasa permusuhan dan penghinaan terhadap pemerintah di muka umum menimbulkan ketidakpastian hukum, karena melibatkan subjektivitas orang-orang yang merasa dihina.

Menurut Mudzakir, hal itu bisa membuat perbuatan apa pun yang dilakukan masyarakat untuk mengkritik kebijakan pemerintah dikenai sanksi. Penerapan pasal ini akan sangat bergantung pada politik hukum yang diterapkan jaksa dan penegak hukum lainnya dalam menangani kasus penebar kebencian. Hal itulah yang membuat pasal ini tidak layak untuk diterapkan. "Pasal 154 adalah rumusan perasaan, karena bersifat sangat subjektif dan multitafsir yang akan timbul dari penerapan pasal karet ini."

Bila dirunut dari sejarahnya, kata Mudzakir, Pasal 154 KUHP diciptakan pemerintah Belanda untuk membatasi gerak negara-negara jajahan dan memberangus gerakan yang menyerang mereka. Berdasarkan penelitiannya, sampai saat ini tidak ada satu pun peraturan perundang-undangan yang berusaha membatasi Pasal 154 KUHP.

Pada kesempatan yang sama, anggota Komisi III DPR Akil Mochtar yang hadir memberikan keterangan menyatakan permohonan yang diajukan Pandji adalah permohonan yang salah alamat dan harus ditolak oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi.

Menurut Akil, tidak ada hal-hal substansial yang termuat dalam permohonan pemohon bahwa Pasal 154 KUHP melanggar hak konstitusional pemohon. Dia melihat pasal itu tidak memberangus hak-hak masyarakat untuk menyatakan pendapat dan tidak bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945. (E1)

No comments: