Tuesday, March 6, 2007

KASUS PELANGGARAN HAM DIUSULKAN DIBAWA KE MAHKAMAH KONSTITUSI

06 Maret 2007
dpr.go.id

Beberapa anggota Komisi III DPR mengusulkan agar kasus pelanggaran HAM berat dibawa Mahkamah Konstitusi (MK), jika tidak ada cara lain untuk menyelesaikan kasus tersebut.
Hal ini diusulkan Akil Mochtar, Panda Nababan dan Eva Kusuma Sundari dalam rapat segitiga antara Komisi III, Jaksa Agung dan Ketua Komnas HAM, Senin (5/3) yang dipimpin Ketua Komisi III Trimedya Panjaitan.
Menurut Akil Mochtar (F-PG), perbedaan pendapat antara Jaksa Agung dengan Ketua Komnas HAM sudah membahayakan institusi dan sudah masuk dalam kategori sengketa kewenangan. Oleh sebab itu dia mengajak forum tersebut diteruskan ke MK, karena yang mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan sengketa antar lembaga dan ditunjuk oleh UU adalah MK.
Dalam kasus pelanggaran HAM berat dan penghilangan orang secara paksa periode tahun 1997-1998, terjadi perbedaan sengit antara Jaksa Agung dan Ketua Komnas HAM. Jaksa Agung berpendapat dia tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut sebelum ada rekomendasi dari DPR tentang pembentukan Pengadilan HAM ad hoc.
Sementara dalam kasus tersebut, Komnas HAM mendesak agar Jaksa Agung segera melakukan penyidikan karena berdasarkan penyelidikan proyustisia disimpulkan terdapat bukti yang cukup terjadinya pelanggaran HAM berat. Perbedaan pendapat ini hingga kini belum ada penyelesaiannya.
Akil menambahkan, sebetulnya tidak ada satu pasalpun dalam UU yang menyebutkan bahwa penyidikan itu baru sah jika ada rekomendasi dari DPR.
“Jadi kalau ada asumsi yang dibangun bahwa penyelidikan itu tidak sah dan Kejaksaan tidak akan mau melakukan penyidikan karena harus ada rekomendasi DPR terlebih dulu, itu adalah sengketa kewenangan antar lembaga negara, Presiden, DPR dan Komnas HAM,” kata Akil.
Dalam hal ini Akil menilai terjadi penafsiran yang berbeda terhadap UU yang dibuat. Menurut Akil akan sia-sia saja pertemuan pagi itu jika diteruskan karena belum adanya persepsi yang sama.
Senada dengan itu anggota F-PDIP Panda Nababan mengatakan jika kasus tersebut tidak ketemu penyelesaiannya dia sependapat untuk dibawa ke Mahkamah Konstitusi.
Karena berdasarkan keterangan Jaksa Agung terhadap kasus tersebut baru dibicarakan dengan Presiden, namun belum ada tindakan apapun.
Sementara anggota dari fraksi yang sama Eva Kusuma Sundari mengatakan mandegnya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat ini berpangkal pada penafsiran hukum yang berbeda.
Untuk itu, ia mengusulkan mencari profesional opinion, dimana Komisi III mengambil inisiatif mengadakan pertemuan dengan MK untuk mencari penafsiran yang adil dan profesional sesuai dengan porsinya. Di sini, kata Eva, jika diperlukan tidak menutup kemungkinan mengundang pendapat ahli dari luar negeri.
Menanggapi usulan dari ketiga anggota Dewan tersebut, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh menegaskan prosedur UU tetap harus dipenuhi. Menurut Abdul Rahman sikap pemerintah sudah jelas seperti yang dijalankan Jaksa Agung. Dalam hal ini Pemerintah tetap menhendaki peran dari DPR untuk merekomendasikan kepada Presiden pembentukan Pengadilan HAM ad hoc.
Berlangsung Alot
Rapat pagi itu berlangsung cukup alot karena adanya perbedaan dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat itu. Sebelumnya beberapa anggota menginginkan rapat ditutup sampai disitu saja, karena pe-rmasalahan akan berputar-putar disitu tanpa adanya penyelesaian.
Seperti H. Achmad Fauzi (F-PD), Azlaini Agus (F-PAN) dan Nur Syamsi Nurlan (F-BPD) yang menginginkan rapat dihentikan karena akan menambah keruh suasana.
Namun Lukman Hakim Saifudin (F-PPP), Nursyahbani Katjasungkana (F-KB), Gayus Lumbuun (F-PG) menginginkan agar rapat tetap diteruskan karena pertemuan itu merupakan kesempatan langka untuk bisa mendengar langsung pendapat dari Jaksa Agung maupun Ketua Komnas HAM. Rapat diskors satu jam dan akhirnya rapat tetap diteruskan kembali hingga sore hari. (tt)

No comments: