Wednesday, April 4, 2007

Akil Akan Tuntut Balik; ICW Pertanyakan Sumber Anggaran RUU Pemekaran



Rabu, 4 April 2007

Sintang.Go.Id -
Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat M Akil Mochtar menegaskan dirinya sama sekali tidak melakukan korupsi. Akil berencana menuntut balik Indonesia Corruption Watch dan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran yang mengadukan dirinya ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

ICW dan Fitra menduga Akil telah menerima dana Rp 680 juta untuk pembahasan Rancangan Undang-Undang Pembentukan Kabupaten Melawi yang merupakan pemekaran dari kabupaten induk, Kabupaten Sintang, tahun 2003. ”Tuduhan itu sepihak. Kasus ini kasus lama, tapi kenapa baru dimunculkan sekarang. Hari ini saya langsung mendapat SMS sampai 135. Saya tidak terima dikatakan korupsi. Saya akan tuntut balik,” ucap Akil yang akan maju dalam pencalonan Gubernur Kalimantan Barat dengan nada geram.

Menurut Akil, dana Rp 680 juta itu diserahkan secara resmi. Dia lalu menunjukkan surat Pejabat Bupati Sintang Ignatius Lyong tertanggal 30 Maret 2005 yang menjelaskan dana itu memang diberikan untuk mendukung pembahasan RUU Pembentukan Kabupaten Melawi.

Soalnya, saat itu animo masyarakat tinggi. Pemda Sintang pun sepakat mendorongnya melalui usul inisiatif DPR. Tapi, dikarenakan ada keterbatasan waktu, pembahasan RUU pun disepakati dilakukan di masa reses dengan konsekuensi segala biaya dibebankan ke APBD.

Menurut Akil, dana itu pun tidak diberikan dalam bentuk uang seluruhnya. Yang diserahkan dalam bentuk uang Rp 102 juta untuk biaya konsinyering, rapat di masa reses. Selebihnya untuk dua kali kegiatan kunjungan ke lokasi sebanyak dua kali. Ada 12 anggota Komisi II yang ikut dalam kunjungan pertama, sedangkan yang kedua, tim Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah turut serta. ”Jadi bukan untuk gratifikasi seperti dituduhkan,” ujarnya.

Sementara itu, Adnan Topan dari ICW dan Arif Nur Alam, Koordinator Fitra, tetap mempertanyakan sumber dana tersebut. Mereka menilai penggunaan dana APBD melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 200 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.

Mereka mengutip Bab VI tentang Pembiayaan, Pasal 18 Ayat (2) yang menyebutkan: ”Untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, terhitung sejak diresmikannya pembentukan kabupaten/kota yang baru dibentuk, pembiayaan yang diperlukan pada tahun pertama sebelum dapat disusun APBD kabupaten/kota yang baru dibentuk, dibebankan kepada APBD kabupaten/kota induk, berdasarkan hasil pendapatan yang diperoleh dari kabupaten/kota yang baru dibentuk.”

”Artinya, dana APBD itu baru bisa dikeluarkan setelah pembentukan kabupaten/kota baru itu sudah dibentuk, bukan untuk pembuatan RUU,” ujar Adnan.

Arif khawatir apabila cara seperti ini dilegalkan, semua daerah mengikutinya dengan mengambil jalan pintas. Adnan dan Arif membantah laporan mereka penuh dengan muatan politis terkait dengan pilkada. (sut)


No comments: