Tuesday, October 10, 2006

MENEGASKAN TUGAS DAN WEWENANG KPK

Mahkamah Konstitusi
Selasa , 10 Oktober 2006 15:04:00

Mahkamah Konstitusi (MK) akan menyelenggarakan Sidang Pleno pengujian UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) pada Rabu, 11 Oktober 2006 pukul 10.00 WIB di ruang sidang MK, Jalan Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta Pusat dengan agenda sidang mendengarkan keterangan Pemerintah dan Ahli/Saksi dari Pemohon.

Ada tiga perkara yang akan disidangkan sekaligus, yaitu: perkara 012/PUU-IV/2006 yang diajukan Drs. Mulyana Wirakusumah dengan kuasa hukum Sirra Prayuna, S.H.,dkk; perkara 016/PUU-IV/2006 yang diajukan Prof. Dr. Nazaruddin Sjamsuddin, dkk dengan kuasa hukum Mohamad Assegaf, S.H. dkk dan perkara 019/PUU-IV/2006 yang diajukan Capt. Tarcisius Walla dengan kuasa hukum Sirra Prayuna, S.H., dkk.

Pada sidang sebelumnya (19/9) hadir Abdul Wahid (Dirjen Peraturan Perundang-undangan Dep. Hukum dan HAM), Qomarudin (Dir. Litigasi Perundang-undangan Dep. Hukum dan HAM) dan Mualimin Abdi (Kabag. Litigasi Dep. Hukum dan HAM) yang mewakili Pemerintah. Sementara dari DPR RI hadir Akil Mochtar (Anggota Komisi III DPR), Rahayu Setiawardani (Ka. Biro Hukum Setjen DPR) dan Rusmanto (Tim Biro Hukum DPR) sedangkan dari Pihak Terkait hadir Taufiequrrahman Ruki (Ketua KPK) dan Tumpak Hatorangan Panggabean (Wakil Ketua KPK).

Akil Mochtar pada kesempatan itu menyatakan, pendapat Pemohon yang berkenaan dengan Pasal 6 huruf c UU KPK yaitu tindakan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi tersebut bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan, “setiap orang berhak atas pengakuan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil terhadap perlakuan yang sama di hadapan hukum” tidak memiliki alasan yang cukup kuat.

Menurut Akil, oleh karena prinsip-prinsip yang dijalankan oleh KPK dalam mengemban tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud Pasal 6 yang tidak semata-mata berada pada huruf c, tetapi termaktub juga di dalam huruf a, huruf b, huruf d, dan huruf e, itu haruslah didasari juga kepada ketentuan Pasal 5 UU KPK, dimana KPK juga dalam mengemban tugas dan wewenangnya haruslah berasaskan kepada asas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas. “Manakala asas ini diterapkan dalam sistem penegakan hukum, maka hal yang termaktub di dalam huruf c bukanlah sesuatu yang dilarang menurut ketentuan Konstitusi maupun ketentuan undang-undang yang lainnya,” tegasnya.

Ketua KPK menanggapi pertanyaan Kuasa Hukum pemohon, Sirra Prayuna, S.H. terkait kata pemberantasan Pasal 1 ayat (3) UU KPK yang juga meliputi pemeriksaan di pengadilan, menyatakan bahwa hal itu memang bertujuan untuk mencari keadilan. “Kita semua tidak boleh munafik di dalam rangka pencarian keadilan sering terjadi perbuatan-perbuatan korupsi,” katanya.

Lebih lanjut Ruki menjelaskan, justru perbuatan korupsi pada saat pemeriksaan di pengadilan itulah yang harus menjadi sasaran. “Praktek-praktek korupsi dalam pemeriksaan di pengadilan yang mendistorsi keadilan, itu yang harus kita pagari dan harus kita berantas,” terang Ruki dalam keterangan lisannya. (Mastiur A.P., Luthfi WE)

No comments: