Tuesday, September 2, 2008

MPR Bentuk Komisi Pengkaji Amandemen UUD 1945

Suara Karya Online
Selasa, 02/09/2008

JAKARTA : Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengungkapkan, MPR akan membahas rencana pembentukan Komisi Pengkaji Amandemen UUD 1945 pada Senin (8/9) mendatang. MPR akan mengajukan secara internal lebih dulu pembentukan komisi ini dan mengkaji lebih lanjut.

"Insya Allah, Senin depan kita akan rapat untuk membahas komisi ini," ujarnya kepada wartawan, di Jakarta, Senin (1/9).

Hidayat Nur Wahid menjelaskan ada beberapa masalah yang perlu dibahas terkait pembentukan Komisi Pengkaji Amandemen UUD 1945 ini. Antara lain lembaga mana yang akan membentuk komisi ini, karena belum ada undang-undangnya.

"Dulu MPR pernah membuat Komisi Konstitusi berjumlah 32 orang yang bekerja tujuh bulan. Komisi ini dibentuk untuk melakukan pengkajian komprehensif UUD 1945," ujarnya.

Hidayat juga mengaku tidak ada target untuk pembentukan komisi ini. "Yang pasti mengkaji konstitusi dan mengubahnya adalah suatu hal yang tidak ditabukan," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Ginandjar Kartasasmita mengatakan, pintu masuk untuk melakukan penyempurnaan konstitusi itu masih belum ditemukan. Namun, ia menyambut baik niat Ketua MPR Hidayat Nur Wahid yang telah mengusulkan agar perubahan konstitusi itu dilakukan Komisi Konstitusi yang dibentuk oleh MPR.

"Setelah kita bicarakan (dengan MK), cara MPR membentuk komisi itu bagaimana," ujar Ginandjar.

Menurut dia, MPR itu harus diperjelas lagi dan bukan sekadar pimpinannya saja karena pimpinan MPR tidak bisa mengambil keputusan sendiri dengan mengatasnamakan kelembagaan MPR.

Karena itu, Ginandjar melanjutkan, harus ada sidang MPR untuk membentuk komisi dimaksud.

Tetapi ada persoalan lanjutan bahwa sekarang ini tidak ada dasar hukum bagi sidang MPR untuk membentuk komisi konstitusi tersebut.

Pada bagian lain, Ketua DPD mengatakan, persoalan DPD dalam konstitusi hanya sekadar pemicu saja bagi penyempurnaan UUD 1945.

"Masih ada persoalan lain yang juga harus disempurnakan lagi," ujarnya, seraya mencontohkan bagaimana dengan sistem pemerintahan yang diadopsi di negara ini, apakah presidensial atau parlementer.

Ginandjar mempertanyakan, jika memang sistem pemerintahan Indonesia adalah presidensial, lalu mengapa posisi presiden sering lebih lemah ketika berhadapan dengan parlemen.

MK Mendukung
Sementara itu, hakim konstitusi Akil Mochtar berpendapat, UUD 1945 dapat kembali diamandemen untuk melakukan penyempurnaan. Akil Mochtar juga berpandangan MPR bisa membentuk komisi konstitusi untuk mengkaji penyempurnaan dan amandemen UUD 1945.

Demikian disampaikan Akil Mochtar usai pertemuan antara sembilan hakim MK yang berkunjung ke Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta, Senin (1/9).

Para hakim Mahkamah Konstitusi (MK) itu dipimpin Ketua MK Mahfud MD. Mereka diterima Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita beserta Wakil Ketua DPD serta pimpinan panitia ad hoc DPD.

"Ini merupakan kunjungan resmi MK yang pertama setelah dilantik," ujar Mahfud MD.

Menurut dia, MK berencana melakukan silaturahmi dengan lembaga-lembaga negara lainnya.

Mahfud mengatakan tidak ada agenda khusus selain bersilaturahmi demi menjaga hubungan yang lebih baik lagi di masa depan.

Ia mengatakan, hakim konstitusi tidak boleh menilai bagaimana perubahan UUD ini. Sementara jika konstitusi sudah diubah, maka hakim-hakim konstitusi wajib untuk mengawalnya.

Sumber: Suara Karya Online

No comments: