Cenderawasih Post
08 Oktober 2008
Pamitan SBY, Masih Rahasiakan Tugas Baru
JAKARTA- Anggota Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie kemarin berpamitan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden. Mantan ketua MK itu diantar Ketua MK Moh. Mahfud M.D., Wakil Ketua MK Abdul Mukhtie Fadjar, anggota MK Akil Mochtar, Ahmad Shodiki, dan Maria Farida Indrati.
Kepada wartawan, Jimly menyampaikan alasan pengunduran dirinya dari MK. Menurut dia, keputusan mundur itu diambil setelah mempertimbangkan usul dan saran banyak pihak. Mulai para hakim, Sekjen MK, panitera, dan sejumlah karyawan MK.
''Mungkin para karyawan MK menjadi rikuh setelah saya tidak jadi ketua MK. Saya juga ikut rikuh,'' kata Jimly kemarin. Karena itu, menurut Jimly, alasan pengunduran dirinya lebih bersifat psikologis, bukan teknis, apalagi politis. ''Supaya pimpinan baru dan lainnya lancar, tidak rikuh,'' sambungnya.
Jimly enggan menjelaskan secara gamblang bentuk kerikuhan yang dialami dirinya dan karyawan MK. Menurut Jimly, permasalahan itu sulit dijelaskan, tapi bisa dirasakan.
Adakah masalah dengan pimpinan MK atau hakim konstitusi lain? Jimly secara tegas membantah. Menurut Jimly, dirinya tidak punya masalah sama sekali dengan para hakim maupun pimpinan MK. ''Sejak tahun lalu saya yang meminta Pak Mahfud masuk MK dan saya gadang-gadang sebagai pengganti saya,'' kata Jimly.
Guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia (UI) itu resmi mundur dari MK pada akhir November 2008. ''Sebenarnya bisa saja saya langsung mundur. Tapi kurang etis. Saya ingin memberi kesempatan kepada DPR untuk memilih dulu hakim konstitusi yang baru pengganti saya,'' katanya.
Dalam kesempatan itu Jimly juga belum bersedia memaparkan rencananya setelah meninggalkan MK. Soal isu yang menyebut dirinya mengincar posisi ketua Mahkamah Agung (MA), Jimly juga menjawab diplomatis. ''Ketua MA itu dipilih dari dan oleh anggota MA. Seperti MK. Tidak bisa dari luar,'' katanya.
Apakah akan merintis jalan menjadi capres/cawapres? ''Ada kiai bilang kalau sudah jadi negarawan jangan turun menjadi politisi,'' kilahnya.
Jimly memastikan dirinya tetap mengabdi kepada bangsa. ''Saya akan ada tugas baru, tempat mengabdi baru. Tapi, masih rahasia. Nanti sajalah,'' katanya.
Sebelumnya Ketua MK Mahfud M.D. menjelaskan bahwa kemarin, selain bertemu presiden, dirinya menemui Ketua DPR Agung Laksono. Mahfud menyerahkan surat pengunduran Jimly sebagai hakim konstitusi. ''Ini harus segera disampaikan agar DPR segera menentukan hakim konstitusi pengganti Pak Jimly,'' kata guru besar hukum tata negara Universitas Islam Indonesia itu.
Bagaimana respons presiden? Menurut Mahfud, presiden menyampaikan terima kasih kepada Jimly yang sudah membesarkan MK selama lima tahun. ''Presiden juga saya sepakat MK harus meneruskan perjuangan yang sudah diawali Pak Jimly,'' ujarnya.
Mahfud menjamin tidak akan ada goncangan setelah MK ditinggal Jimly. Pertama, Jimly sudah meletakkan dasar-dasar dan alat kerja di MK.
''Kedua, Pak Jimly masih terus bersama kami meski tidak dalam status sebagai hakim konstitusi," kata Mahfud.
Dalam lima tahun ini, kata Mahfud, MK telah menguji 150 undang-undang. Ada 274 kasus sengketa pemilu yang sudah diputus MK. Juga memutus 11 kasus sengketa kewenangan antarlembaga. "Artinya, lembaga ini sudah jalan dan saya kira sudah mendapat tempat yang baik dalam sistem ketatanegaraan kita," ujar mantan menteri pertahanan itu. (tom/agm)
Wednesday, October 8, 2008
Saturday, September 20, 2008
Mahfud MD: Janji Tidak Nyerempet Politik
20 Agustus 2008
Fajar Online
JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memiliki pimpinan baru. Prof Dr Moh Mahfud MD, kemarin terpilih menjadi ketua baru periode 2008-2011 setelah menumbangkan calon incumbent Prof Dr Jimly Asshiddiqie melalui proses pemungutan suara yang diikuti sembilan hakim konstitusi.
Guru Besar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Islam Indonesia (UII) tersebut akan didampingi Prof Dr Abdul Mukthie Fadjar, sebagai wakil ketua, yang dalam pemilihan terpisah mengungguli hakim Maruarar Siahaan.
Dalam pemungutan itu Mahfud unggul tipis satu suara atas Jimly. Mahfud mendapatkan lima suara, sementara pesaingnya Jimly mengantongi empat suara. Pemilihan ketua baru MK itu sendiri berlangsung dua tahap.
Tahap pertama, calon Ketua MK sudah mengerucut terhadap dua nama tersebut. Komposisi suara ketika itu, empat mendukung Mahfud, empat hakim mendukung Jimly, serta seorang hakim abstain.
Namun, pemilihan tahap kedua, kondisi berimbang tadi justru berbalik menyerang Jimly. Ketua MK dua periode tersebut akhirnya takluk atas mantan Menteri Pertahanan era Gus Dur tersebut, dengan komposisi lima untuk Mahfud, serta empat untuk Jimly.
Begitu dinyatakan menang, Mahfud langsung maju menghampiri Jimly dan merangkulnya. Sebaliknya wajah Jimly yang semula berbinar-binar berubah masam.
Sejatinya, menurut aturan mahkamah, pemilihan ketua tersebut bakal dilangsungkan secara aklamasi. Baru kemudian apabila tidak muncul kata sepakat dilangsungkan dengan pemungutan suara. Tapi rapat permusyawaratan hakim (RPH) ternyata berkehendak lain. Pemilihan harus melalui pemilihan langsung secara terbuka.
Proses pemilihan itu merupakan perkembangan maju. Sebab, ketika MK baru berdiri 2003, pemilihan pimpinan berlangsung tertutup di ruang Ketua Mahkamah Agung (MA). Ketika itu, terpilih Jimly Ashiddiqie dan Laica Marzuki. Pada 2006, Jimly kembali terpilih secara aklamasi melalui sidang tertutup juga.
Sebelum pemilihan menegangkan tersebut berlangsung, pimpinan rapat hakim konstitusi yang dipimpin Maruarar Siahaan sempat menyilakan para hakim konstitusi untuk mengungkapkan pandangannya terakit MK ke depan. Mimbar tersebut sekaligus menjadi saluran hakim untuk menyampaikan misinya. Sebab, menurut UU MK, semua hakim berhak dicalonkan sebagai pimpinan.
Abdul Mukthie Fadjar, yang mendapatkan giliran pertama, memberikan kritik pedas terhadap perkembangan MK. ”Saya kira semua hakim konstitusi punya kesempatan sama sebagai pimpinan. Yang pasti, MK perlu pendewasaan diri, sebab selama lima tahun terakhir tidak pernah jeda dari acara,” jelasnya.
Kritikan ini dilontarkan sebab, MK selama ini selalu padat kegiatan, di mana sosok pimpinan begitu menonjol perannya.
Mukthie juga mengkritik bahwa seorang pemimpin bukan hanya pandai bicara lalu menampilkan diri sebagai selebritis. Dia juga mengharapkan seorang hakim harus membatasi diri dalam berbicara ke muka umum. Usai hakim wakil pemerintah, selanjutnya hakim yang lain juga berkesempatan sama.
Mahfud MD juga memberikan refleksi terkait pemilihan ketua baru tersebut. “Saya mengibaratkan pemilihan Ketua MK seperti pemilihan rektor atau dekan. Artinya, tidak akan terjadi apa-apa apabila kemudian ada perubahan,” terang Mahfud.
Sewaktu melontarkan pendapat tersebut, wartawan sudah memprediksikan bahwa Mahfud akan menjadi penantang kuat Jimly. Bahkan Akil Mochtar, sebagai hakim termuda terang-terangan mencalonkan diri sebagai wakil ketua MK. ”Saya bersedia menjadi pendamping ketua menjalankan tugas,” ungkap mantan politisi Partai Golkar tersebut.
Yang tak kalah menarik adalah drama pemilihan wakil ketua lembaga penjaga konstitusi tersebut. Kemenangan Abdul Mukthie Fadjar sebagai pendamping Mahfud pun juga berlangsung alot, hingga tiga tahap pemilihan.
Sebelumnya, masuk empat kandidat, yakni Maruarar Siahaan, M Arsyad Sanusi, Abdul Mukthie Fadjar, serta Akil Mochtar. Tahap kedua, mengerucut tiga calon tersebut minus Arsyad Sanusi.
Pada tahap penentuan, hakim konstitusi akhirnya menetapkan Abdul Mukthie Fadjar setelah mengungguli Maruarar Siahaan dengan selisih tipis, yakni lima suara berbanding empat suara.
Usai pemilihan, Mahfud MD menjanjikan akan menjaga netralitas hakim. Pertanyaan ini mengemuka sebab Mahfud diketahui pernah berkiprah di partai politik. ”Tidak ada kebijakan baru. Hakim harus tetap menjaga independensi. Ini yang paling penting,” ujar mantan wakil ketua umum DPP PKB itu.
Mahfud menyadari dirinya banyak disorot sebagai mantan politisi. Banyak yang khawatir, dirinya sulit menjaga netralitas jika menjadi hakim konstitusi. “Saya sudah bertekad, selama di MK, benar-benar mundur dari panggung politik,” kata mantan pemimpin umum Majalah Muhibah (sekarang Himmah) UII itu.
Bahkan, Mahfud saat ini tidak bisa dikatakan politisi lagi, sebab telah mengundurkan diri dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dua minggu sebelum mencalonkan diri sebagai hakim konstitusi. ”Saya sudah mundur dulu,” jelasnya.
Mahfud mengakui, salah satu hal terberat selama menjadi hakim konstitusi adalah harus puasa bicara politik. Apalagi bekas partainya saat ditinggalkan sedang berkonflik. “Lebih berat puasa bicara politik daripada puasa Senin-Kamis. Tapi alhamdulillah, selama ini saya belum batal puasanya,” kata mantan pembantu rektor I UII itu.
Mahfud juga menjanjikan akan meneruskan perjuangan Jimly yang mampu menjadikan MK sebagai lembaga tidak dikenal menjadi kiblat konstitusi. ”Pak Jimly saya kira orang luar biasa. Mengubah MK jadi kiblat konstitusi. Harus diakui Pak Jimly berhasil dalam memimpin MK,” tegasnya. (git/tom)
Fajar Online
JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memiliki pimpinan baru. Prof Dr Moh Mahfud MD, kemarin terpilih menjadi ketua baru periode 2008-2011 setelah menumbangkan calon incumbent Prof Dr Jimly Asshiddiqie melalui proses pemungutan suara yang diikuti sembilan hakim konstitusi.
Guru Besar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Islam Indonesia (UII) tersebut akan didampingi Prof Dr Abdul Mukthie Fadjar, sebagai wakil ketua, yang dalam pemilihan terpisah mengungguli hakim Maruarar Siahaan.
Dalam pemungutan itu Mahfud unggul tipis satu suara atas Jimly. Mahfud mendapatkan lima suara, sementara pesaingnya Jimly mengantongi empat suara. Pemilihan ketua baru MK itu sendiri berlangsung dua tahap.
Tahap pertama, calon Ketua MK sudah mengerucut terhadap dua nama tersebut. Komposisi suara ketika itu, empat mendukung Mahfud, empat hakim mendukung Jimly, serta seorang hakim abstain.
Namun, pemilihan tahap kedua, kondisi berimbang tadi justru berbalik menyerang Jimly. Ketua MK dua periode tersebut akhirnya takluk atas mantan Menteri Pertahanan era Gus Dur tersebut, dengan komposisi lima untuk Mahfud, serta empat untuk Jimly.
Begitu dinyatakan menang, Mahfud langsung maju menghampiri Jimly dan merangkulnya. Sebaliknya wajah Jimly yang semula berbinar-binar berubah masam.
Sejatinya, menurut aturan mahkamah, pemilihan ketua tersebut bakal dilangsungkan secara aklamasi. Baru kemudian apabila tidak muncul kata sepakat dilangsungkan dengan pemungutan suara. Tapi rapat permusyawaratan hakim (RPH) ternyata berkehendak lain. Pemilihan harus melalui pemilihan langsung secara terbuka.
Proses pemilihan itu merupakan perkembangan maju. Sebab, ketika MK baru berdiri 2003, pemilihan pimpinan berlangsung tertutup di ruang Ketua Mahkamah Agung (MA). Ketika itu, terpilih Jimly Ashiddiqie dan Laica Marzuki. Pada 2006, Jimly kembali terpilih secara aklamasi melalui sidang tertutup juga.
Sebelum pemilihan menegangkan tersebut berlangsung, pimpinan rapat hakim konstitusi yang dipimpin Maruarar Siahaan sempat menyilakan para hakim konstitusi untuk mengungkapkan pandangannya terakit MK ke depan. Mimbar tersebut sekaligus menjadi saluran hakim untuk menyampaikan misinya. Sebab, menurut UU MK, semua hakim berhak dicalonkan sebagai pimpinan.
Abdul Mukthie Fadjar, yang mendapatkan giliran pertama, memberikan kritik pedas terhadap perkembangan MK. ”Saya kira semua hakim konstitusi punya kesempatan sama sebagai pimpinan. Yang pasti, MK perlu pendewasaan diri, sebab selama lima tahun terakhir tidak pernah jeda dari acara,” jelasnya.
Kritikan ini dilontarkan sebab, MK selama ini selalu padat kegiatan, di mana sosok pimpinan begitu menonjol perannya.
Mukthie juga mengkritik bahwa seorang pemimpin bukan hanya pandai bicara lalu menampilkan diri sebagai selebritis. Dia juga mengharapkan seorang hakim harus membatasi diri dalam berbicara ke muka umum. Usai hakim wakil pemerintah, selanjutnya hakim yang lain juga berkesempatan sama.
Mahfud MD juga memberikan refleksi terkait pemilihan ketua baru tersebut. “Saya mengibaratkan pemilihan Ketua MK seperti pemilihan rektor atau dekan. Artinya, tidak akan terjadi apa-apa apabila kemudian ada perubahan,” terang Mahfud.
Sewaktu melontarkan pendapat tersebut, wartawan sudah memprediksikan bahwa Mahfud akan menjadi penantang kuat Jimly. Bahkan Akil Mochtar, sebagai hakim termuda terang-terangan mencalonkan diri sebagai wakil ketua MK. ”Saya bersedia menjadi pendamping ketua menjalankan tugas,” ungkap mantan politisi Partai Golkar tersebut.
Yang tak kalah menarik adalah drama pemilihan wakil ketua lembaga penjaga konstitusi tersebut. Kemenangan Abdul Mukthie Fadjar sebagai pendamping Mahfud pun juga berlangsung alot, hingga tiga tahap pemilihan.
Sebelumnya, masuk empat kandidat, yakni Maruarar Siahaan, M Arsyad Sanusi, Abdul Mukthie Fadjar, serta Akil Mochtar. Tahap kedua, mengerucut tiga calon tersebut minus Arsyad Sanusi.
Pada tahap penentuan, hakim konstitusi akhirnya menetapkan Abdul Mukthie Fadjar setelah mengungguli Maruarar Siahaan dengan selisih tipis, yakni lima suara berbanding empat suara.
Usai pemilihan, Mahfud MD menjanjikan akan menjaga netralitas hakim. Pertanyaan ini mengemuka sebab Mahfud diketahui pernah berkiprah di partai politik. ”Tidak ada kebijakan baru. Hakim harus tetap menjaga independensi. Ini yang paling penting,” ujar mantan wakil ketua umum DPP PKB itu.
Mahfud menyadari dirinya banyak disorot sebagai mantan politisi. Banyak yang khawatir, dirinya sulit menjaga netralitas jika menjadi hakim konstitusi. “Saya sudah bertekad, selama di MK, benar-benar mundur dari panggung politik,” kata mantan pemimpin umum Majalah Muhibah (sekarang Himmah) UII itu.
Bahkan, Mahfud saat ini tidak bisa dikatakan politisi lagi, sebab telah mengundurkan diri dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dua minggu sebelum mencalonkan diri sebagai hakim konstitusi. ”Saya sudah mundur dulu,” jelasnya.
Mahfud mengakui, salah satu hal terberat selama menjadi hakim konstitusi adalah harus puasa bicara politik. Apalagi bekas partainya saat ditinggalkan sedang berkonflik. “Lebih berat puasa bicara politik daripada puasa Senin-Kamis. Tapi alhamdulillah, selama ini saya belum batal puasanya,” kata mantan pembantu rektor I UII itu.
Mahfud juga menjanjikan akan meneruskan perjuangan Jimly yang mampu menjadikan MK sebagai lembaga tidak dikenal menjadi kiblat konstitusi. ”Pak Jimly saya kira orang luar biasa. Mengubah MK jadi kiblat konstitusi. Harus diakui Pak Jimly berhasil dalam memimpin MK,” tegasnya. (git/tom)
Subscribe to:
Posts (Atom)