Wednesday, July 5, 2006

Menantu Koesmayadi Diamankan

Rabu, 05 Juli 2006
Batam Pos

Jakarta (BP)-
Senjata Berkembang Menjadi 180 Pucuk JAKARTA (BP)– Kasus senjata api milik alm Brigjen Koesmayadi, wakil asisten logistik (Waaslog) kepala staf TNI Angkatan Darat, semakin berkembang. Jumlahnya membengkak menjadi 180 pucuk. Sebagian ternyata dititipkan di Kopassus, dan sebagian ditemukan di rumah Raflesia Hill Cibubur.

Saat ini, sudah 31 orang dimintai keterangan. Mereka berpangkat prajurit dua (prada) hingga kolonel. Salah satunya adalah menantu Koesmayadi, Kapten CPM Ahmad Irianto. Kini dia diamankan di Paspampres.

Pusat Polisi Militer AD (Puspom AD) juga akan memintai keterangan sejumlah jenderal, termasuk yang sudah pensiun. “Sekarang ini masih diperiksa asal usul senjatanya dan siapa saja yang terlibat,” ujar Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto kepada wartawan di Kantor Menkopolhukam kemarin.

Bagaimana dengan Ryamizard Ryacudu yang dikenal dekat dengan Koesmayadi? Panglima mengangguk. “Bila diperlukan, baik jenderal, marsekal, maupun laksamana memang perlu dimintai keterangan. Bahkan yang sudah pensiun, apa salahnya? Saya kira tidak ada masalah demi mengungkap kebenaran,” tegasnya.

Kasus senjata tersebut mencuat setelah Koesmayadi meninggal. Awalnya hanya diketahui Koesmayadi membawa senjata dinas. Karena dia meninggal, maka senjata tersebut harus dikembalikan ke kesatuan. Ternyata di rumahnya, di Puri Marina, ditemukan 145 pucuk, terdiri atas 96 pucuk senjata laras panjang, tujuh senjata laras panjang tanpa alur, 42 senjata laras pendek, dan 985 butir amunisi.

Jenis senjata meliputi senapan serbu (SS)-1, MP5, M16, dan AK, yang merupakan senjata baku yang selama ini digunakan satuan-satuan TNI Angkatan Darat. Selain itu, ditemukan pula sembilan granat tangan dan 28 teropong. Brigjen Koesmayadi meninggal Minggu (25/6) di kediamannya di kompleks Raflesia, Cibubur, Jakarta Timur, akibat serangan jantung.

Jenazah dimakamkan di Taman Makam Bahagia (TMB) ABRI Pondok Aren, Ciledung, Tangerang, Senin (26/6). Hari itu juga dilakukan penarikan inventaris senjata yang disimpan di rumah almarhum di Jalan Pangadaran Puri Marina, Ancol, Jakarta Utara.

Saat itulah, ditemukan 145 senjata. Setelah diselidiki lebih lanjut, ditemukan lagi tiga pucuk di Raflesia Hill Cibubur, dan 32 pucuk dititipkan di Kopassus. “Almarhum memang pernah menitipkan senjata ke markas Kopassus. Karena ini terkait, maka dikembalikan,” kata Djoko. Panglima mengaku tidak hafal jenisnya. Namun, yang mengembalikan adalah Asisten Intelijen Kodam Siliwangi Kolonel Tedi Laksmana. Sebelumnya, dia pernah bertugas di Kopassus.

Apakah senjata itu merupakan inventaris TNI? Panglima menolak menjelaskan lebih jauh. “Proses pemeriksaan itu kan panjang. Satu orang tidak bisa diperiksa dalam satu jam,” katanya.
KSAD Djoko Santoso yang mendampingi panglima menambahkan, Kapten CPM Ahmad Irianto, menantu Koesmayadi, sekarang masih diperiksa. Namun, statusnya belum ditentukan. “Benar, dia dijaga,” ujar KSAD. Menurut alumnus Akabri 1975 itu, Irianto diamankan di Paspampres.

Tujuannya agar dia tidak dipengaruhi dan diintervensi pihak-pihak lain. Namun, KSAD tidak bersedia menjelaskan pihak lain itu.Sumber JPNN di lingkungan Paspampres mengatakan, Irianto pernah menyinggung kedekatan mertuanya dengan jaringan militer di Timor Leste. “Dia pernah ngomong mau diajak ke Dili, tapi karena tugas rutin tidak bisa ikut,” kata sumber itu.

Koesmayadi memang tidak asing dengan Timor Leste. Menurut Akil Mochtar, anggota Komisi III DPR, tahun 1978, Koesmayadi-lah yang menembak mati Presiden Fretilin Nicolao Lobato. Saat itu, Koesmayadi merupakan anak buah Yunus Yosfiah.

Sejak berpangkat letnan dua (letda) hingga mayor, dia bertugas di Timtim (sebelum berpisah dengan Indonesia dan menjadi Timor Leste). Hampir 12 tahun dia bertugas di medan pertempuran.

Informasi yang dihimpun JPNN, banyak senjata dari Indonesia yang masuk ke Timor Leste melalui dua jalur. Selain jalur formal pada kurun 2004–2005, juga melalui jaringan informal. Bahkan, dua hari lalu, Kejaksaan Timor Leste menuduh Alkatiri terlibat penyelundupan 400 senjata, termasuk buatan PT Pindad Indonesia. Namun, belum diketahui apakah senjata milik Koesmayadi tersebut akan diselundupkan juga ke Timor Leste.

Panglima TNI berjanji akan mengusut senjata itu dengan serius. Sore kemarin dia didampingi KSAD menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk melaporkan perkembangan kasus tersebut. “Percayalah, saya dan KSAD serius melakukan investigasi seperti yang diperintahkan presiden,” kata Djoko Suyanto seusai menghadap.

Sampai kemarin, misteri asal-usul ratusan senjata itu belum terungkap. Dalam rapat kerja tertutup dengan Komisi I DPR kemarin, Kepala BIN Mayjen (pur) Syamsir Siregar belum mengungkap secara gamblang.

Namun, menurut salah satu anggota Komisi I DPR yang ikut dalam rapat tertutup itu, informasi baru yang disampaikan Syamsir, senjata-senjata tersebut didatangkan via Singapura, kemudian diteruskan ke Aceh.

Senjata itu didatangkan dengan jasa rekanan. Namun, Syamsir tidak mau menyebutkan. Dia hanya menjelaskan, senjata-senjata tersebut didatangkan atas pesanan TNI, tetapi tidak sampai gudang. Pihaknya kini masih menyelidiki dari mana dana untuk membelinya, apakah dari dana bujeter atau nonbujeter.

Apakah berarti hanya kesalahan administrasi? Syamsir tiba-tiba berdiri tegak, kemudian ngeloyor pergi. Dia pun tidak mau menjawab pertanyaan wartawan lagi.

Akil Mochtar kecewa, lantaran Syamsir tak banyak mengungkap kasus itu. ’’Untuk apa minta rapat kerja tertutup kalau dia (Syamsir, red) lebih sering menjawab tidak tahu. Bahkan, dia pun enggan menyebutkan nama rekanannya,’’ kata anggota dewan dari Partai Golkar itu.

’’Kesan yang saya tangkap, BIN sama sekali belum menguasai permasalahan yang ada. Banyak pertanyaan, terutama terkait dengan siapa rekanan, selalu dijawab tidak tahu. Seharusnya BIN mempunyai informasi akurat mengenai hal tersebut,’’ tambah kolega Akil, Yudi Krisnandi.

Sementara itu, Djoko Susilo, anggota dewan dari PAN, tegas-tegas menyatakan senjata itu ilegal. ’’Sudah dicek ke Atase Pertahanan KBRI Singapura. Mereka tidak tahu-menahu mengenai hal tersebut. Senjata itu juga tidak teregister,’’ katanya.

Pihaknya bakal memanggil Ryamizard Ryacudu. Sebab, menurut keterangan Syamsir, yang paling mengetahui distribusi senjata adalah KSAD sekarang dan yang terdahulu, yakni Djoko Santoso dan Ryamizard Ryacudu.Beberapa anggota komisi I kemudian mengusulkan adanya panja untuk mengungkap kasus yang dianggap sebagai gunung es itu.

’’Kenapa setiap ada konflik bersenjata, kedua pihak yang bertikai sama-sama membawa senjata. Tidak masuk akal kan kalau pihak-pihak yang berseteru telah menumpuk senjata jauh hari sebelumnya,’’ kata A.M. Fatwa. (rdl/ano/noe/jpnn)

Tuesday, July 4, 2006

DPR MINTA KOMISI YUDISIAL EVALUASI KINERJANYA

04-Juli-2006 11:59:44

Jakarta, 3/7/2006 (Komisi Yudisial) – Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, minta agar Komisi Yudisial mengevaluasi secara menyeluruh kinerja jajarannya, khususnya dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan lainnya.

Permintaan itu merupakan salah satu kesimpulan yang disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPR Akil Mochtar dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi III DPR dengan jajaran Komisi Yudisial yang berlangsung di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin,(3/7).

Selain itu, Komisi III DPR juga minta agar Komisi Yudisial dalam rangka menyusun rancangan peraturan tentang pedoman etika dan perilaku hakim hendaknya melakukan sosialisasi dan koordinasi secara maksimal dengan pihak terkait, sehingga tidak bertentangan dengan peraturan perundangan dan melanggar hak asasi manusia (HAM).

“Disamping itu, Komisi III DPR juga minta agar Komisi Yudisial menerbitkan laporan yang berisi penggunaan anggaran, data yang terkait dengan fungsi pengawasan dan data yang berkaitan dengan fungsi rekruitmen Hakim Agung, sebagai pertanggung jawaban kepada publik melalui DPR,” kata Akil.

Rapat dengar pendapat yang dihadiri oleh sekitar 50 anggota Komisi III DPR, dipimpin Wakil Ketua M. Akil Mochtar, mendengarkan penjelasan dari Ketua Komisi Yudisial M. Busyro Muqoddas, dan para Koordinator bidang di lingkungan Komisi Yudisial. (Tatang S)